Ketua DPD GMNI Kalbar, Anselmus Ersandy Santoso |
Namun
menanggapi hal tersebut Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Kalimantan
Barat mengajak melihat sejarah agar polemik tersebut tidak berkepanjangan.
Ketua DPD
GMNI Kalbar, Anselmus Ersandy Santoso mengatakan Indonesia adalah negara yang
plural dan beraneka ragam. Dari Sabang sampai Merauke terdapat banyak golongan,
suku dan agama. Maka di Indonesia terdapat banyak perkumpulan yang
mengatasnamakan identitasnya masing-masing, mulai dari kelompok agama, kelompok
suku, kelompok budaya dan ada yang mengatasnamakan kelompok kebangsaan.
"Tentunya
setiap kelompok memiliki peran masing-masing dan mengambil bagian didalam
perjalanan bangsa," sebutnya melalui keterangan tertulis, Sabtu (30 Oktober 2021).
Menurutnya,
Nahdlatul Ulama atau biasa disingkat NU adalah salah satu kelompok agama Islam
yang ada di Indonesia. Berdasarkan hasil survei LSI, total seluruh penduduk
Indonesia berjumlah kurang lebih 250 juta penduduk dengan jumlah penduduk
muslim yang berkisar 87%, namun NU memiliki jumlah pengikut mencapai 49,5%.
"Jumlah
tersebut membuat NU menjadi satu-satunya organisasi keagamaan terbesar di
Indonesia," katanya.
Pemuda yang
biasa disapa Sandi itu menjelaskan, berdasarkan catatan sejarah, NU yang
merupakan kelompok agama sudah membuktikan kontribusinya bagi Bangsa sejak
sebelum kemerdekaan hingga hari ini. Pada 1916, lahir organisasi pergerakan
untuk melawan penjajahan Belanda. Organisasi pergerakan ini dikenal dengan nama
Nahdlatul Wathon atau Kebangkitan Tanah Air. Organisasi ini diinisiasi oleh KH
Wahab Chasbullah.
"Dua
tahun berselang pada 1918, muncul organisasi yang bertujuan memberikan
pendidikan sosial-politik kaum santri. Organisasi ini disebut dengan Taswirul
Afkar atau lebih dikenal dengan Nahdlatul Fikri yang berarti Kebangkitan
Pikiran. Organisasi ini terus berkembang ke beberapa kota di Indonesia. Pada
1918, muncul pula organisasi untuk pedagang yang diberi nama Nahdlatul Tujjar
yang artinya Kebangkitan Saudagar," tuturnya.
Pada 1926,
lanjutnya, para ulama melihat banyak masalah yang terjadi di wilayah nusantara,
mulai dari masalah agama, mazhab, sosial dan kebangsaan yang berkembang di
masyarakat. KH Hasyim Asy'ari pun mendirikan Nahdlatul Ulama yang berarti
Kebangkitan Ulama pada 31 Januari 1926. Kala itu, NU dipimpin oleh Hadratus
Syekh KH Hasyim Asy'ari dari Jombang Jawa Timur yang disebut sebagai Rais
Akbar.
"Peran
KH Hasyim Asy'ari sebagai sosok sentral perjuangan dalam meraih kemerdekaan
terbukti dengan dikeluarkannya Fatwa Jihad yang kemudian dikenal sebagai
Resolusi Jihad NU melawan penjajah Belanda pada 22 Oktober 1945 yang
kemudian menyebabkan pecah perangdi Surabaya 10 November 1945. Semangat dan
tegasnya KH Hasyim Asy'ari menyuarakan tentang perjuangan rakyat dalam meraih
dan mempertahankan kemerdekaan sampai memunculkan kaidah yang bergema
‘mencintai Tanah Air adalah bagian dari iman’," terangnya.
Salah satu
cara, jelasnya, yang ditempuh NU dalam mempertahankan dan mengisi kemerdekaan
yaitu dengan cara bersifat tengah-tengah atau moderat dalam menghormati setiap
warga Indonesia yang berbeda agama, bahasa, dan budaya. Hal itu terbukti pada
saat salah satu tokoh NU yang mengusulkan penghapusan tujuh kata dalam Piagam
Jakarta demi mempertahankan persatuan.
"Pasca
kemerdekaan terdapat berbagai kejadian yang membuktikan bahwa NU adalah
kelompok agama mayoritas yang hadir bagi kaum minoritas. Beberapa peran NU
sangat melekat dalam benak kaum minoritas di Indonesia. Melihat peran besar Gus
Dur sebagai tokoh kunci dalam pengakuan perayaan Imlek dan pengorbanan salah
satu anggota banser karena ledakan bom saat bertugas
mengamankan malam Natal di Gereja Eben Haezer di Mojokerto tahun
2000," terangnya.
Melihat
sejarah peran ulama dan santri dalam perjuangan kemerdekaan, sebut dia, maka
Presiden Joko Widodo menetapkan tanggal 22 Oktober sebagai Peringatan Hari
Santri melalui Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 2015. Penetapan tanggal
22 Oktober bertepatan dengan sejarah momentum Resolusi Jihad yang digagas
pendiri NU, KH. Hasyim Asy'ari dan puluhan Kiai se Jawa-Madura pada tahun 1945.
Resolusi Jihad ini dianggap sebagai ikrar sekaligus manifestasi dukungan ulama
dan para santri terhadap kemerdekaan Indonesia.
"Penetapan
Hari Santri Nasional bertujuan meneladani semangat juang yang didengungkan
kepada para santri untuk senantiasa menjaga keutuhan NKRI, sesuai dengan amanat
dan semangat yang digelorakan oleh para ulama. Selain itu, yang
melatarbelakangi penetapan Hari Santri Nasional ini, yaitu pengakuan resmi
pemerintah Republik Indonesia atas peran besar umat Islam dalam berjuang
merebut dan mempertahankan kemerdekaan serta menjaga negara.
"Maka
dukungan yang diberikan pemerintah kepada para santri hari ini, tidak terlepas
dari alasan sejarah panjang dan harapan negara untuk menjadikan santri sebagai
salah satu garda terdepan dalam mempertahankan NKRI," katanya.
Apresiasi
negara terhadap peran dan kontribusi NU sebagai komunitas agama, lanjutnya, direspons
oleh NU dengan mengusulkan penetapan 1 Juni 1945 sbg Hari Lahir Pancasila. Hal
itu juga berbasis kajian akademis baik bersifat historis maupun ideologis, NU
berpendapat bahwa pada sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945 adalah pertama
kalinya Bung Karno mencetuskan dan menawarkan gagasannya tentang lima dasar
Indonesia merdeka yang diberi nama Pancasila.
"Atas
dasar itu NU secara resmi meminta kepada pemerintah untuk menetapkan 1
Juni 1945 sebagai hari lahirnya Pancasila. Maka melalui Keputusan Presiden (Keppres)
Nomor 24 Tahun 2016, Pemerintah menetapkan tanggal 1 Juni 1945 sebagai Hari
Lahir Pancasila. Penetapan tersebut akhirnya menghentikan perdebatan mengenai
hari lahir Pancasila dan penetapan tersebut bertujuan agar pemerintah,
masyarakat dan seluruh komponen bangsa memperingati Pancasila sebagai ideologi
bangsa," lanjutnya.
Penetapan
Hari Santri dan Hari Lahir Pancasila ini dapat dimaknai sbg bentuk kerjasama
sesama anak bangsa antara golongan kebangsaan dan golongan Agama. Kalau kita
jujur dan objektif, inilah potret budaya peradaban bangsa indonesia. Musyawarah
dan kerjasama antar golongan merupakan karakter budaya nusantara. Dari dulu, kini
dan untuk selama-lamanya.
"Rentetan
sejarah mencatat peran Nahdlatul Ulama sejak sebelum kemerdekaan hingga hari
ini. NU telah membuktikan kontribusinya bagi bangsa dalam upaya merebut
kemerdekaan dan mempertahankan persatuan. Sebagai kelompok agama yang terbesar
di Indonesia, NU juga telah menunjukkan perannya sebagai pengayom masyarakat
kecil dan pelindung bagi umat minoritas. Maka Nahdlatul Ulama adalah salah satu
kelompok agama terbesar yang bersifat moderat yang mengutamakan kepentingan
bersama dan persatuan bangsa," tuturnya.
Dengan
demikian, tegas dia, pernyataan Menteri
Agama Gus Yaqut dalam momentum peringatan Hari Santri Nasional untuk kalangan
internal NU tersebut tidak perlu diperpanjang lagi. Mari kita perkuat Kerjasama
& kolaborasi sesama anak bangsa untuk menjaga memajukan kehidupan
bermasyarakat, berbangsa & bernegara. Setiap golongan & kelompok punya
peran sesuai kapasitasnya masing masing.
"Mari
kita kawal bersama agenda moderasi beragama dan memperkuat toleransi kehidupan
umat beragama. Demi Indonesia yang lebih beradab, damai dan sejahtera,"
tutupnya. (Amin/tim liputan).
Editor : Aan