Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron |
“Gara-gara
suap ekspolitasi sumber daya alam tidak terkendali, sehingga mewarisi
malapetaka kepada anak cucu,” ujar Ghufron saat menyampaikan kuliah umum di
Universitas Borneo Tarakan (UBT) secara hybrid di Aula Gedung Rektorat UBT,
Kalimantan Utara, Selasa (26 Oktober 2021).
Ghufron juga
menyampaikan satistik penanganan korupsi paling banyak dengan modus suap, yaitu
sebanyak 739 kasus. Kasus tersebut melibatkan pihak swasta ketika berkaitan
denan pengurusan izin dan pengadaan barang dan jasa (PBJ). Menurutnya, hal itu
terjadi hampir di semua daerah. Saat ini, katanya, 27 kepala daerah dari 34
provinsi tersangkut tindak pidana korupsi. Salah satu penyebabnya, kata Ghufron
karena biaya politik tinggi. Bahkan, katanya, jauh lebih mahal dibandingkan
total harta yang dimiliki oleh pasangan calon.
“Anomali
yang hanya terjadi di Indonesia ketika banyak yang mau jadi bupati dengan
mengeluarkan biaya mahal sekitar Rp5-10 Miliar, sangat jauh dibandingkan dengan
hartanya,” terang Ghufron di hadapan sekitar 200 peserta yang hadir.
Calon
Bupati, lanjutnya, memerlukan dana dari sponsor yang di kemudian hari
berpotensi menagih modal kembali melalui pengadaan barang dan jasa yang ada di
pemda.
Dalam
kesempatan tersebut, Ghufron juga mengajak sivitas akademika UBT untuk
membangun integritas bangsa dari pendidikan sebagai bagian dari pendidikan
karakter dan budaya antikorupsi. Sebab, menurutnya, pendiri bangsa telah
menghantarkan Bangsa Indonesia pada kemerdekaan dan tugas generasi penerus
untuk membangun rumah bangsa.
“Bangunan
rumah Bangsa Indonesia akan hancur jika korupsi. Tujuan Nasional sesuai
pembukaan UUD 1945 yaitu melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia,
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan melaksanakan
ketertiban dunia berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial, tidak akan
terwujud,” tegasnya.
Untuk itu,
sambung Ghufron, KPK melakukan insersi dalam benuk implementasi pendidikan
antikorupsi dalam bentuk insersi dan kegiatan kemahasiswaan. KPK, lanjutnya,
mendorong pengembangan integritas di perguruan tinggi harus meliputi tiga hal,
yaitu pendidikan antikorupsi, penelitian, dan pembangunan integritas ekosistem
perguruan tinggi.
“Ada tiga elemen
integritas, yaitu yang pertama, tata nilai. Bagaimana memahami dan membiasakan.
Kedua, tata kelola yaitu internalisasi dalam pengelolaan. Dan ketiga, tata
sejahtera (kesejahteraan),” terang Ghufron.
Sementara
itu, Wakil Rektor 1 Adi Sutrisno menyampaikan bahwa pemberantasan Korupsi telah
dilakukan sejak tahun 1967 dan dilanjutkan pada era reformasi. Namun,
menurutnya, sejauh ini korupsi masih saja menghantui bangsa Indonesia.
Sehingga,
lanjut Adi, komitmen pribadi menjadi sangat penting karena beratnya memberantas
korupsi. Komitmen tersebut, tegas Adi, juga harus dimiliki oleh para mahasiswa
demi tercapainya cita-cita bangsa.
“Di UBT,
kuliah terkait antikorupsi diinsersi pada mata kuliah Pancasila dan
Kewarganegaraan, serta wajib diikuti oleh seluruh mahasiswa,” jelas adi.
(Sumber Humas KPK RI/tim liputan).
Editor : Aan