![]() |
DR Ardito Bhinadi Ekonom UPN Veteran Yogyakarta |
“Rusia
merupakan salah satu negara utama pengekspor energi dan pangan, terutama gandum
dan energi. Bila konflik ini berkepanjangan, maka harga energi dan pangan dunia
akan mengalami kenaikan,” ujar DR Ardito Bhinadi Ekonom dari Universitas
Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta, dalam rilisnya, 5 April 2022
Menurutnya,
dampak kenaikan pangan dan energi tersebut bisa dipastikan sampai ke Indonesia.
Indonesia
meskipun sebagian besar penduduknya mengkonsumsi beras, namun impor gandum
Indonesia terus naik setiap tahun. Masyarakat Indonesia terbiasa pula
mengkonsumsi mie, pasta, dan roti, yang kesemuanya berbahan gandum, yang saat
ini harganya mulai melambung.
Perang
Ukraina dan Rusia, bisa berpengaruh pada sektor energi, akibatnya harga-harga
barang juga mengalami kenaikan, “Karena energi ini merupakan input utama dalam
produksi barang dan jasa, termasuk distribusinya,” ujar Ardito yang juga Ketua
DPP LDII Koordinator Bidang Ekonomi dan Pemberdayaan Masyarakat.
Ia
memperkirakan, jika perang makin panjang dan meluas menjadi perang dagang
antara Barat dan Rusia, kenaikan harga barang atau inflasi bisa mencapai
2,5-4,5 persen, “Bank Indonesia memperkirakan pada 2022, inflasi mencapai 3
persen plus minus, yang artinya inflasi di antara 2-4 persen. Ceritanya bisa
lain, bila perang berkepanjangan,” tutur Ardito.
Ia
mengingatkan harga minyak bumi selalu menjadi penyumbang inflasi yang cukup
signifikan di Indonesia, terutama pada distribusi barang dan jasa, “Kenaikan
harga BBM ini akan meningkatkan harga barang dan jasa. Maka produk-produk atau
komoditas juga mengalami kenaikan,” tegasnya. Hanya saja, saat ini masyarakat
mengurangi pergerakan karena kekhawatiran terhadap pandemi Covid-19.
Bisa
ditebak, saat masyarakat mulai bergerak bebas, permintaan BBM akan meningkat
drastis. Arahnya, harga BBM dan komoditas juga terkerek naik, “Soal seberapa
besar infalsinya, tergantung bagaimana pemerintah mengendalikannya. Kenaikan
inflasi tak lebih dari 1 persen,” ujar Ardito.
Ardito
mengingatkan, selain pangan dan energi terdapat 10 bahan pokok seperti beras,
minyak goreng, cabai, bawang dan lain-lain, juga kerap memicu inflasi, “Apalagi
Ramadan dan Idul Fitri, permintaan tinggi sementara harga BBM juga naik, ini
bisa meningkatkan biaya hidup masyarakat,” tegasnya.
Kondisi
tersebut mendorong timbulnya stagflasi, yakni pertumbuhan ekonominya stagnan
tapi inflasinya naik. Dalam kondisi tersebut, ia mengingatkan masyarakat untuk
hidup hemat. Selain itu menjaga diversifikasi pangan dan melakukan penghematan
energi.
Senada
dengan Ardito, Ketua Umum DPP LDII KH Chriswanto meminta masyarakat untuk
berprilaku muzhid mujhid, “Pola hidup hemat atau efisien dan bekerja keras
sangat diperlukan, agar ketika harga-harga mahal, masyarakat masih memiliki
sumber dana atau masih dapat bertahan hidup,” ujarnya.
Kenaikan
harga yang terjadi secara terus-menerus, juga melemahkan daya beli masyarakat
sekaligus menambah jumlah penduduk miskin, “Dengan sikap muzhid-mujhid
masyarakat masih bisa membeli kebutuhan pokok, dan mengabaikan kebutuhan
sekunder demi keberlangsungan hidup,” imbuhnya.
KH Chriswanto
juga mengingatkan pentingnya ketahanan pangan dan energi, “Kami di LDII telah
mendorong pemakaian energi baru terbarukan dan diversifikasi pangan sebagai
bagian dari program ketahanan pangan,” ujarnya.
Ketahanan
pangan dan energi memang menjadi bagian delapan program kerja LDII, caranya
keluarga bisa memulai ketahanan pangan dengan tidak hanya mengkonsumsi beras,
tapi juga umbi-umbian. Sementara, kini sangat memungkinkan setiap rumah
menambahkan sel surya, untuk menghemat listrik. (san/tim liputan).
Editor :
Heri