![]() |
Kesenian Barongan Blora Di Kalimantan Barat |
Menurut kepercayaan
masyarakat Blora Kesenian Barongan itu menggambarkan spontanitas, kekeluargaan,
kesederhanaan, keras, kompak, dan keberanian berlandaskan kebenaran yang tidak
dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat Blora.
Kesenian Barongan
biasanya menampilkan tokoh Singo Barong (tokoh berkepala harimau) dan diiringi
dengan irama gamelan. Beberapa tradisi masyarakat Blora pun melibatkan kesenian
Barongan, salah satunya tradisi Lamporan (ritual tolak bala di Blora), karena
masyarakat menganggap Singo Barong sebagai tolak bala.
Dasar cerita
kesenian Barongan Blora Masyarakat Blora telah mengenal kesenian Barongan
secara turun-temurun, bahkan sebelum masa penjajahan Belanda.
Kesenian Barongan
bersumber dari hikayat Panji, yaitu kisah Prabu Klana Sawandana dari Kabupaten
Bantarangin yang ingin mempersunting Dewi Sekartaji dari Kerajaan Kediri. Oleh
karena itu, Patih Bujangganong atau Pujonggo Anom diperintah untuk meminangnya.
Akan tetapi, saat
rombongan dari Bantarangin yang menuju Kerajaan Kediri sampai di Hutan Wengker,
mereka dihadang dan dikalahkan oleh Singo Barong. Singo Barong adalah jelmaan
dari Gembong Amijoyo yang ditugaskan menjaga hutan tersebut.
Hal sama juga
dialami oleh rombongan Lurah Noyontoko dan Untub, utusan Raden Panji Asmara
Bangun dari Jenggala, yang juga diutus untuk melamar Dewi Sekartaji. Karena
kewalahan, Noyontoko dan Untub mendatangkan saudara sepeguruan mereka, yaitu
Joko Lodro dari Kedung Srengenge, untuk menghadapi Singo Barong.
Joko Lodro
digambarkan sebagai pendekar yang sakti mandraguna dan dapat berubah wujud
menjadi raksasa. Pada akhirnya, Singo Barong pun dapat ditaklukkan dan dibunuh.
Akan tetapi, Singo Barong memiliki kesaktian dan dapat hidup kembali asal
disumbari dengan nama Singo Barong.
Tidak lama kemudian,
Prabu Klana Sawandana, yang mendapat laporan dari utusannya, menghadapi Singo
Barong sendiri berbekal senjatanya yang dikenal bernama Pecut Samandiman.
Dengan Pecut Samandiman, Singo Barong dilumpuhkan.
Namun, Prabu Klana
Sawandana mengajukan kesepakatan, apabila Singo Barong mau mengantarnya ke
Kediri untuk melamar Dewi Sekartaji, maka kekuatannya akan dipulihkan. Tawaran
itu diterima oleh Singo Barong. Ketika sampai di alun-alun Kediri, Prabu Klana
Sawandana berhadapan dengan Raden Panji Asmara Bangun, yang mempunyai tujuan
sama.
Akibatnya, terjadi
peperangan yang dimenangkan oleh Raden Panji. Setelah Prabu Klana Sawandana
dibunuh, Singo Barong dan sisa rombongan dari Bantarangin, termasuk Patih
Bujangganong, mengabdikan diri kepada Raden Panji.
Setelah itu, Raden
Panji beserta seluruh rombongannya melanjutkan perjalanan guna melamar Dewi
Sekartaji. Arak-arakan yang dipimpin oleh Singo Barong dan Patih Bujangganong
inilah yang menjadi latar belakang asal-usul kesenian Barongan.
Ciri khas kesenian
Barongan Blora Terdapat tiga ciri khas utama kesenian Barongan Blora, yaitu
gamelan pengiring, alur cerita, dan tokoh-tokoh yang tampil dalam sebuah
pagelaran Barongan. Ciri khas inilah yang membedakan dengan tari Barong dari
daerah lain dan menjadi bukti keistimewaan Barongan Blora. Pengiring
Barongan Blora menggunakan gamelan ritmis, di mana akselerasi tempo gamelan
didasarkan pada sorakan masyarakat yang mengiringi Barongan.
Apabila sorakan
semakin keras, maka tempo gamelan semakin cepat. Pertunjukan tari Barong juga
diiringi oleh beberapa instrumen musik tradisional Jawa, seperti kendang,
gendhuk, bonang, saron, demung, dan juga kempul.
Namun, seiring
perkembangan zaman, pertunjukan kesenian Barongan Blora juga dilakukan beberapa
penambahan alat musik modern, seperti drum, terompet, kendang besar, dan
keyboard atau organ. Selain itu, terdapat ragam variasi cerita, tetapi tidak
mengubah alur cerita utama dalam pagelaran ini.
Tokoh-tokoh dalam
kesenian Barongan Blora di antaranya: Barongan (Gembong Amijoyo) Gendruwon
(Joko Lodro) Penthulan (Untup, Noyontoko dan Mbok Gainah) Jaranan (pasukan dari
Kerajaan Jenggala) Patih Pujangga Anom (Bujangganong).
Tokoh Penthulan juga
menjadi ciri khas Barongan Blora yang tidak dimiliki oleh kreasi tarian daerah
lain. Penthulan melambangkan pengikut dari Patih Pujangga Anom saat mengiring
rombongan Kerajaan Jenggala menuju Kerajaan Kediri.
Di Kalimantan Barat
sendiri Kesenian Barongan ini juga dilestarikan oleh masyarakat yang berada di
beberapa daerah, salah satunya masyarakat yang berada di Desa Jawa Tengah
Kecamatan Sungai Ambawang Kabupaten Kubu Raya.
Barongan biasanya
dimainkan pada saat Upacara Adat “Sedeqah Bumi” yaitu acara adat tradisi yang
dilakasanakan setelah warga masyarakat menerima hasil bumi atau panen.
Seni Barongan juga
biasanya sering dilaksanakana pada saat acara mengiring Pengantin dan sesaat
sebelum acara atau “Temu Manten” warga Blora yang ada di daerah tersebut.
Saat ini keberadaan penggiat Seni Barongan Blora di Kalimantan Barat sudah
semakin berkurang, namun keberadaan Paguyuban Jawa Kalimantan Barat (PJKB)
kemudian menghidupkan kembali semnagat anak-anak muda melestarikan dan
menampilkan kembali seni barongan Blora di Beberapa daerah di Kalimantan Barat,
(tim liputan Humas PJKB).
Editor : Heri