KALBARNEWS.CO.ID (JAKARTA) - Mantan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia Agus
Martowardojo menyatakan seorang pemimpin atau atasan sebuah institusi harus
mampu menjaga kepercayaan para stakeholder untuk dapat keluar dari suatu krisis. Rabu (23 November 2022).Agus Martowardojo: Jaga Kepercayaan Kunci Keluar Dari Krisis
“Saat krisis yang harus kita jaga adalah kita harus
jadi orang yang bisa dipercaya dan stakeholder percaya sama kita,” katanya dalam acara
Infobank bertajuk Top 100 CEO’s and The Next Leader Forum 2022 di Jakarta, Rabu.
Agus mengaku hal itu telah ia terapkan ketika
menjabat sebagai Direktur Utama Bank Bumiputera periode 1995-1998 saat
Indonesia diterjang krisis moneter.
Ia bercerita saat dirinya menjadi Direktur Utama
Bank Bumiputera ternyata bank tersebut tidak dalam kondisi yang baik, bahkan
sedang mengalami krisis. Pada saat itu Bank Bumiputera selalu membukukan
kerugian setiap bulan dan bahkan modalnya sudah negatif.
Perusahaan induknya pun harus memberikan jaminan
kepada bank sentral berupa gedung-gedung yang dimiliki untuk meyakinkan bahwa
Bank Bumiputera masih bisa diselamatkan.
Keadaan Bank Bumiputera semakin memburuk ketika
Indonesia dilanda krisis moneter, sehingga Agus bersama Robby Djohan yang kala
itu merupakan komisaris utama berupaya untuk mengelola dan menyelamatkannya.
“Kalau tidak maka gedungnya itu menjadi jaminan bank sentral,” ujar Agus.
Dalam hal ini Agus menekankan bahwa rasa saling
percaya menjadi kunci keberhasilan saat menyelamatkan Bank Bumiputera, karena
bank sentral sudah menaruh percaya kepada perusahaan dan perusahaan percaya
akan keluar dari krisis.
Menjaga kepercayaan ini harus terjalin antara
seluruh stakeholder baik nasabah, pemegang saham, regulator atau
pengawas, masyarakat umum, termasuk media. “Jadi masalah kepercayaan ini tentu
saya selalu akan sangat minta untuk kita perhatikan,” tegasnya.
Agus melanjutkan kala itu dirinya tidak hanya
berusaha menyelamatkan perusahaan, namun sekaligus mempersiapkan para karyawan
untuk menghadapi potensi krisis di masa mendatang.
“Kita para pimpinan, mari kita mempersiapkan
jajaran di bawah kita untuk menjadi leader, karena kita tahu kalau sedang krisis kita
memerlukan leader yang tidak belajar lagi,” katanya.
Karyawan yang cerdas, pandai, berpendidikan, dan
berkelakuan baik, tidak menjamin mereka akan menjadi leader yang baik.
Para pegawai harus diajarkan mengenai sense making, relating, visioning dan inventing untuk mendapat strategi yang baik, sehingga
dasar mereka yang sudah baik akan lebih kokoh dalam menghadapi krisis.
“Pemimpin itu perlu ada pendidikan formal dan
sistematis, tetapi juga perlu ada konseling, coaching dan mentoring,” tambahnya.(Tim Liputan)
Editor : Aan