KALBARNEWS.CO.ID
(JAKARTA) - Pemerintah optimistis industri manufaktur Indonesia masih akan bergeliat di tengah ancaman resesi dan
ketidakpastian global pada tahun 2023. Minggu (27 November 2022)Industri Manufaktur RI Masih Bergeliat Di Tengah Ketidakpastian Global
Asisten Deputi Strategi dan Kebijakan Percepatan Investasi Kemenko Kemaritiman
dan Investasi Ferry Akbar Pasaribu menegaskan pemerintah tidak gentar
dengan prognosis global lantaran peluang untuk pengembangan industri manufaktur
nasional masih terbuka lebar.
“Terkait manufaktur, mau tidak mau kita harus cerdas. Kita harus tahu potensi
resesi tetapi tidak boleh takut. Kita harus lebih cermat memperhatikan
subsektor manufaktur mana saja yang punya potensi tinggi,” katanya.
Setidaknya ada dua bidang industri di sektor manufaktur yang potensi cemerlang
ke depan, yakni semikonduktor dan kesehatan.
Industri semikonduktor dinilai krusial karena jadi komponen di hampir semua
barang mulai dari telepon genggam, laptop, perabotan rumah tangga,
hingga mobil.
Industri chip (semikonduktor)
itu tidak banyak pemainnya, terbatas negara yang memproduksinya, seperti Taiwan. China juga memproduksi tetapi tidak
terlalu sukses, sedangkan Korea dan Jepang memang membuat tetapi sedikit.
Dari catatan tersebut, Indonesia bisa meraup potensi tersebut karena punya
suplai lokasi yang besar serta dukungan kelistrikan yang sudah jauh lebih baik.
Industri chip ini memang
tidak mudah, karena mahal sekali, kualifikasi pekerjanya juga khusus dan
infrastruktur tidak bisa main-main, karena listrik harus 24 jam hidup terus.
Sementara itu, industri kesehatan dinilai tidak akan pernah mati dan selalu
punya pasar. Paling tidak dua itu yang besar dan tidak ada matinya dan
Indonesia bisa memanfaatkan.
Industri manufaktur RI terus mengalami tren positif terutama pada masa
pemulihan selepas terdampak pandemi COVID-19.
Berdasarkan peta jalan Making Indonesia 4.0, terdapat
tujuh sektor yang menjadi prioritas pengembangan dalam kesiapan memasuki era
industri 4.0 yaitu industri makanan dan minuman, tekstil dan pakaian, otomotif,
elektronik, kimia, alat kesehatan, serta farmasi.
Sektor industri pengolahan nonmigas saat ini menjadi yang paling banyak
berkontribusi terhadap perekonomian nasional sebesar 16,10 persen, sementara
pertumbuhan sektor itu pada triwulan III-2022 mencapai 4,83 persen secara year-on-year (yoy).
Sayangnya, meski sejumlah sektor industri mencatatkan kinerja pertumbuhan yang
gemilang pada triwulan III-2022, beberapa subsektor industri juga terindikasi
menurun sejalan dengan melemahnya perekonomian
global.
Sejumlah sektor industri yang tumbuh positif antara lain industri logam dasar;
industri mesin dan perlengkapan; industri barang logam, komputer, barang
elektronik, optik, dan peralatan listrik hingga industri alat angkutan.
Sedangkan sejumlah subsektor industri yang terindikasi terdampak melemahnya perekonomian global yaitu
industri makanan dan minuman, industri kimia, farmasi dan obat tradisional,
industri barang galian bukan logam, serta industri furnitur.
Indonesia
dipercaya
Di sisi lain, meski di tengah kondisi ekonomi global yang tidak menentu, pelaku
industri manufaktur nasional maupun global ternyata masih menaruh kepercayaan
yang tinggi terhadap Indonesia. Hal itu ditunjukkan dari realisasi penanaman
modal sektor industri manufaktur yang mencapai Rp365,2 triliun sepanjang
Januari-September 2022.
Capaian tersebut meningkat 54 persen dibanding periode yang sama pada tahun
lalu sebesar Rp236,8 triliun.
Merujuk data Kementerian Investasi/BKPM,
pada Januari-September 2022, sektor industri manufaktur memberikan kontribusi
sebesar 40,9 persen terhadap total investasi yang mencapai Rp892,4 triliun.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil (IKFT) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Ignatius Warsito menjelaskan
sejumlah subsektor manufaktur diakuinya masih tetap tumbuh meski ada pula yang
melambat karena penurunan pesanan dari Eropa.
“Kalau perlambatan itu karena ada penurunan dari order-nya Eropa. Akan tetapi
kami masih optimistis,” katanya.
Kementerian Perindustrian sejauh ini juga menyiapkan instrumen kebijakan
sebagai salah satu solusi jangka pendek hingga awal 2023.
Hal itu dilakukan lantaran pemerintah tidak bisa terus mengharapkan ekspor
karena semua negara juga akan berupaya melakukan langkah bertahan dan
berekspansi.
“Kami mau melihat kemampuan industri dalam negeri seberapa jauh untuk bisa
menahan dari gelombang resesi ini. Kemudian, kebijakan substitusi impor jadi
satu bagian instrumen kita dalam dua tahun terakhir ini menjaga pasokan bahan
baku dan bahan penolong bisa bantu utilitas sektor IKFT,” katanya.
Subsektor industri yang ditanganinya sangat unik dan dinamis sehingga perlu
didalami upaya penanganan yang tepat.
Namun, subsektor industri yang masih tumbuh akan tetap didorong tumbuh daya
saingnya, sementara yang melambat akan dikawal agar setidaknya bisa bertahan.
“Ini kita bicara tingkat produktivitas, yang kita bisa jaga bila pasokan bahan
baku, asumsinya tidak terganggu.
Kemudian energi yang digunakan juga oke, itu termasuk pasokan dan harga. Kami
juga sudah menugaskan tim kami melalui satgas yang diperintahkan Pak Menteri
untuk melakukan pengawalan untuk mendukung ketahanan industri subsektor IKFT,” katanya.
Staf Ahli Menteri Perindustrian Bidang Penguatan Kemampuan Industri Dalam
Negeri itu juga menegaskan potensi pasar domestik juga tetap harus diperkuat di
tengah ketidakpastian pasar ekspor.
Program Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN) serta pengawalan
melalui temu bisnis (business matching)
menjadi solusi jangka pendek untuk mempertemukan rantai pasok di Indonesia. (Tim Liputan)
Editor : Aan