KALBARNEWS.CO.ID
(JAKRTA) - Presiden Joko Widodo dijadwalkan menyaksikan pengucapan
sumpah Guntur Hamzah menjadi hakim Mahkamah Konstitusi di Istana Negara
Jakarta. Rabu (23
November 2022).Presiden Saksikan Sumpah Guntur Hamzah Jadi Hakim MK
"Iya, pagi hari ini," kata Deputi Bidang
Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden Bey Machumudin saat ditanya
wartawan di Jakarta, Rabu.
Sebelumnya, pada 29 September 2022, sidang
paripurna DPR RI menyetujui Guntur Hamzah dari unsur DPR sebagai hakim
konstitusi.
Persetujuan tersebut berdasarkan keputusan rapat
internal Komisi III DPR yang tidak memperpanjang masa jabatan hakim konstitusi
dari unsur DPR yaitu Aswanto, sehingga menunjuk Guntur Hamzah sebagai
penggantinya.
Alasan pencopotan tersebut, menurut Ketua Komisi
III DPR Bambang Wuryanto, karena kinerja Aswanto mengecewakan. Aswanto disebut
banyak menganulir produk legislasi DPR.
Bambang Wuryanto juga menganalogikan hubungan
antara hakim konstitusi dan DPR seperti hubungan antara direksi perusahaan dan
pemilik perusahaan. Selaku pemilik perusahaan, DPR berhak mengatur hakim MK;
sementara selaku bawahan DPR, putusan MK harus selalu sesuai dengan kebijakan
pemilik perusahaan.
Contohnya, lanjut Bambang, dalam uji materi Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, d antara delapan hakim
lainnya, Aswanto termasuk hakim yang menyatakan bahwa undang-undang omnibus law tersebut bertentangan dengan konstitusi secara
bersyarat.
Guntur Hamzah sebelumnya merupakan sekretaris
jenderal MK. Ia lulus S1 dari Fakultas Hukum (FH) Universitas
Hasanuddin Makassar, S2 dari Program Pascasarjana Universitas
Padjadjaran Bandung, serta S3 dari Program Doktor di Bidang Ilmu Hukum
Universitas Airlangga Surabaya.
Sementara itu, Indonesia Corruption Watch (ICW)
menyebut penunjukan Guntur Hamzah menggantikan Aswanto sebagai hakim konstitusi
MK merupakan bentuk otoritarianisme dan pembangkangan hukum.
ICW menyatakan DPR menabrak ketentuan Pasal
24 ayat (1) UUD Negara RI Tahun 1945 yang menjamin eksistensi kemerdekaan
lembaga kekuasaan kehakiman. DPR juga dinilai bertentangan dengan Pasal 23 UU
Nomor 7 Tahun 2020 tentang MK karena Aswanto tidak sedang diberhentikan dengan
tidak hormat.
Sikap DPR itu juga melanggar Pasal 3 ayat 1
UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang menyatakan hakim
konstitusi wajib menjaga kemandirian peradilan.
Sementara LBH Jakarta menyebut pencopotan Aswanto
dari hakim konstitusi ialah bentuk pelecehan independensi terhadap kebebasan
kekuasaan kehakiman.
Pencopotan Aswanto secara sepihak oleh DPR
merupakan pelanggaran hukum karena mengacu pada Pasal 19 UU MK yang
mengharuskan pencalonan hakim konstitusi dilaksanakan secara transparan dan
partisipatif.(Tim
liputan)
Editor : Aan