KALBARNEWS.CO.ID (MATARAM) - Gabungan Pengusaha Nasional Angkutan Sungai, Danau, dan
Penyeberangan (Gapasdap) Kayangan khawatir terjadi Pemutusan Hubungan Kerja
(PHK) akibat tarif baru penyeberangan Lombok-Sumbawa yang sudah diusulkan,
namun belum ditetapkan oleh Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) hingga saat ini. Sabtu (3 Desember 2022).Gapasdap Khawatirkan PHK Akibat Tarif Penyeberangan Lombok-Sumbawa
"Kalau ini dibiarkan terus, pasti terjadi PHK
karena pengusaha sangat terbebani biaya operasional," kata Ketua Gapasdap Kayangan,
Iskandar, di Mataram.
Ia mengatakan usulan penyesuaian tarif yang
diajukan ke Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB pada September 2022 telah
melalui perhitungan dengan melibatkan semua pihak, termasuk unsur pemerintah,
yayasan perlindungan konsumen, Organisasi Angkutan Darat (Organda), dan
akademisi dari Universitas Mataram, serta asosiasi pengusaha angkutan
penyeberangan.
Usulan awal Gapasdap Kayangan kenaikan di angka
22,26 persen, kemudian dilakukan lagi perhitungan dengan memperhatikan daya
beli masyarakat dan kondisi inflasi daerah, akhirnya diturunkan menjadi 10,42
persen.
"Usulan kami 10 persen dari 22 persen sejak
September. Rencana penyesuaian tarif sampai hari ini belum disetujui oleh
Pemprov NTB, dalam hal ini Gubernur. Tentu kami tidak bisa bersabar
terus," ujarnya.
Menurut dia, situasi saat ini sudah sangat
mendesak karena beban operasional kapal penyeberangan bertumpu pada BBM
mencapai 60 persen dari total biaya operasional. Sementara pemerintah telah
menaikkan harga BBM sejak September 2022 dan pengusaha kapal masih menanggung
kelebihan biaya operasional.
Iskandar mencontohkan kapal feri miliknya yang
berkapasitas 402 GT dengan dua unit mesin harus mengeluarkan biaya tambahan
sebesar Rp8,2 juta per bulan setelah ada kenaikan harga BBM.
"Kalau dikalkulasi sebanyak 27 kapal feri
dari 11 anggota kami di Kayangan-Poto Tano, rata-rata mengeluarkan biaya
tambahan hingga Rp300 juta per bulan. Itu baru dari BBM saja, belum biaya
operasional lainnya, seperti suku cadang dan pemeliharaan rutin," ucapnya.
Selain BBM, kata dia, Upah Minimum Provinsi (UMP)
NTB juga sudah mengalami kenaikan sebesar 7,44 persen atau dari Rp2,207 juta
pada 2022, menjadi Rp2,371 juta pada 2023. Kenaikan UMP tersebut juga akan
mempengaruhi biaya operasional perusahaan kapal penyeberangan karena karyawan
secara otomatis akan menuntut kenaikan gaji.
Tidak hanya dari sisi efisiensi tenaga kerja,
menurut Iskandar, para pemilik kapal penyeberangan bisa mengurangi kualitas
pelayanan kepada masyarakat, seperti efisiensi penggunaan penyejuk ruangan (AC)
dan kebutuhan air bersih yang dipasok dari daratan.
Oleh sebab itu, Iskandar memohon kepada Gubernur
NTB agar usulan penyesuaian tarif penyeberangan kapal yang diusulkan Gapasdap
Kayangan sejak September 2022, segera ditanggapi.
"Pelayanan itu menjadi tuntutan dan harus
menjadi kewajiban kami dan harus dipertahankan. Tapi kalau kondisinya seperti
ini, siapa yang akan menanggung. Bahkan, bisa saja operasional semua kapal
dihentikan sementara sampai ada keputusan Gubernur," katanya. (Tim Lipiutan)
Editor : Aan