Intervensi Prediabetes Agar Tidak Jadi Diabetes Dengan Aktif Bergerak |
“Di Indonesia, sekitar
sepertiga populasi dewasa itu prediabetes. Kalau tidak dikelola bisa jadi
diabetes dalam 5 tahun, 10 tahun kemudian tergantung pola hidupnya tergantung
kerentanan genetik,” katanya dalam diskusi daring yang ditayangkan lewat Instagram
RSCM Kencana.
Dicky menyampaikan bahwa
hampir semua prediabetes tidak memiliki keluhan dan hanya akan terdeteksi jika
orang tersebut melakukan skrining atau medical check up. Pencegahan
agar pre-dibates tidak menjadi diabates, bisa dilakukan dengan aktif bergerak,
termasuk bagi orang dengan faktor resiko genetika atau faktor keturunan
diabetes.
“Keturunan diabetes tidak
bisa diubah, tapi pola hidupnya bisa diubah. Aktif bergerak, rajin jalan,
jangan banyak duduk lama, olahraga 150 menit, seminggu, 2,5 jam per minggu,
rajin olahraga, yang lain seperti senam ritmik atau aerobik serta pola makan
juga diatur,” ujarnya.
Mengacu pada gula darah
normal pada kondisi puasa yang berada di bawah 100 mg/dL dan di bawah 140 mg/dL
setelah 2 jam makan, maka kadar gula darah di atas tersebut sudah bisa
dikategorikan sebagai prediabetes. Jika kandungan gula darah sudah berada pada
tahap pra-diabetes dan semakin mendekati diabetes yakni di angka 200 mg/dL,
maka intervensi yang dilakukan harus lebih agresif agar tidak menjadi diabetes.
“Justru yang paling
penting untuk prefensi adalah waktu prediabetes ini, supaya bisa kita balikkan
lagi ke normal. Jangan pernah terjadi diabetes,” jelas Dicky.
Lebih lanjut dokter RSCM
Kencana ini menyampaikan, berdasarkan panduan pola hidup sehat terbaru,
terdapat “Lima S” yang harus diperhatikan untuk menjadi manusia yang sehat.
Pertama adalah sitting, yakni tidak duduk terlalu lama.
Disarankan untuk melakukan peregangan selama 5-10 menit jika sudah duduk dalam
waktu 1 jam.
Kedua adalah steping,
yakni banyak berjalan. Ketiga, sweating atau berkeringat
minimal 30 menit sehari atau 2,5 jam per minggu. Lalu melakukan olahraga yang
bersifat strengthening seperti squat, push up, sit up,
plank dan sejenisnya. Serta yang terakhir adalah sleep atau
tidur yang berkualitas dari sisi kualitas, kuantitas dan keteraturan.
“Ada penelitian, orang
yang tidurnya cukup teratur itu risiko untuk gangguan metabolik termasuk
diabetesnya juga lebih kecil. Tidur ternyata penting juga, jadi bukan
semata-mata olahraga dan diet tapi juga harus mengatur pola tidur juga,” ucap
dia.(Tim liputan)
Editor : Aan