KALBARNEWS.CO.ID
(JAKARTA) - Peneliti dan ahli genomik molekuler Drh. Safarina G. Malik,
M.S., Ph.D mengatakan bahwa sebelum menikah, pasangan perlu memeriksa penyakit
keturunan atau kelainan genetik guna mengetahui risiko diturunkannya penyakit
atau kelainan tersebut pada anak.Pentingnya Periksa Penyakit Keturunan Sebelum Menikah
"Disarankan supaya pre-marital screening supaya nanti bisa ketahuan apakah ada risiko," kata Safarina. Jumat (16 Desember 2022).
Salah satu penyakit keturunan atau kelainan
genetik yang paling banyak terjadi di Indonesia adalah talasemia, yaitu
kelainan darah yang ditandai dengan kurangnya hemoglobin dan jumlah sel darah
merah dalam tubuh.
Menurut Safarina, jika kedua orang tua membawa
sifat talasemia, maka akan lahir anak dengan talasemia mayor. Sehingga,
kelahiran anak dengan talasemia mayor dapat dihindari dengan mencegah
perkawinan dua orang pembawa sifat talasemia.
Ilmuwan, peneliti, dan ahli genomik molekuler
Prof. dr. Herawati Sudoyo, M.Sc., Ph.D menambahkan, pemeriksaan kelainan
genetik terkait talasemia tak hanya perlu dilakukan oleh pasangan sebelum
menikah.
Menurutnya, jika orang tua sudah pernah melahirkan
anak dengan talasemia, maka anaknya yang lain juga harus melakukan pemeriksaan.
"Jadi pasangan sebelum menikah dan pasangan
yang telah punya anak talasemia dengan gejala klinik yang tinggi, ketika punya
anak lagi periksa keadaan anak tersebut. Apakah mengalami mutasi berat atau
tidak," ujar Herawati.
Pemeriksaan itu dinilai penting sebab jika memang
anak mengalami talasemia, maka dapat dilakukan upaya-upaya untuk mencegah
perburukan atau komplikasi dari penyakit tersebut.
Mengutip laman resmi Kementerian Kesehatan bahwa
berdasarkan data Yayasan Talasemia Indonesia, peningkatan kasus talasemia terus
terjadi dari tahun ke tahun. Pada 2012, tercatat 4.896 kasus talasemia dan
jumlah tersebut meningkat menjadi 10.973 kasus pada Juni 2021.
Kemudian BPJS Kesehatan pada 2020 mencatat bahwa
talasemia menempati posisi kelima di antara penyakit tidak menular setelah
penyakit jantung, gagal ginjal, kanker, dan stroke, dengan pembiayaan sebesar
Rp2,78 triliun.
(Tim liputan)
Editor : Aan