KALBARNEWS.CO.ID (SOLO) - Peringatan Hari Tari Dunia, ISI
Surakarta kembali menggelar 24 Jam Menari pada Sabtu 29 April 2023.Garda The Musical Karya Eko Pece dan ISI Surakarta Berhasil Tunjukkan Kekayaan Nusantara
Salah satu agenda peringatan Hari Tari Dunia itu adalah pertunjukan "Garda
The Musical" karya Eko Supriyanto alias Eko Pece dan Mahasiswa ISI Surakarta.
Drama musikal itu dimeriahkan oleh sederet bintang ternama seperti Widi Mulya
yang berperas sebagai Rerasi, Dwi Sasono sebagai Garda, Beyon Destiano sebagai
Rako serta Woro Mustiko yang memerankan Jenar.
"Garda The Musical" menceritakan tentang petualangan seorang anak
burung kenari bernama Jenar yang terobsesi menjadi seorang Garda, burung Garuda
yang tangguh, kuat dan bijaksana.
Garda memiliki pusaka Cahaya Delima yang membuat Jenar ingin mencarinya.
Perjalanan mencari Cahaya Delima ternyata berbahaya. Tekad dan keberanian Jenar tidak cukup untuk melawan Bargota dan pasukannya
yang jahat. Mereka juga ingin memiliki Cahaya Delima untuk memperoleh kekuatan
tak tertandingi.
Jenar yang sedang dalam perjalanan mencari pusaka itu pun ditangkap oleh Bargota.
Sang ibu, Rerasi, berusaha mencari keberadaan Jenar diluasnya dunia. Rerasi meminta bantuan kepada Garda untuk dapat menyelamatkan Jenar dan
mengalahkan Bargota.
Sang Sutradara, Eko Pece kepada SOCLyfe bercerita dalam pertunjukkan itu, ada
pesan yang ingin disampaikan kepada kaum muda dalam mengejar cita-citanya.
"Dengan cerita tadi akhirnya ketemu dengan Garda, akhirnya kayak ngomongin
Cahaya Delima itu bukan pusaka, bukan harta karun, bukan things tapi knowledge
ilmu pengetahuan yang harus dicapai dengan sungguh-sungguh dan memang waktunya
juga panjang, tidak bisa instan," jelas Eko ditemui usai pertunjukkan.
"Garda The Musical" mengambil tema dunia burung di Indonesia. Ada
berbagai macam burung asli Nusantara yang ditokohkan seperti burung kenari,
merak, gagak, kedanti, beo, burung hantu dan enggang. Bukan tanpa arti, Eko ingin menunjukkan keanekaragaman hayati Indonesia yang
tak hanya soal budaya, tradisi, kekayaan alam dan flora saja, tapi unggas yang
cantik dan beragam.
Eko mengatakan inspirasi konsep "Garda The Musical" datang dari
kegemarannya menonton film kartun dan fantasi. Pria yang juga terlibat dalam
Julie Timer dan Lion King Musical itu akhirnya memiliki ide untuk membuat drama
musikal dengan cerita yang original.
"Karena saya lumayan exicted dan nerveous karena pengalaman temanteman
membuat musikal itu lebih kepada mengadaptasi cerita cerita lama, wayang atau
legenda yang sudah ada, kepikiran pengen membuat sesuatu yang original yang
baru, yang tidak mengadaptasi mana pun," cerita Eko.
"Saya ketemu temen bilang kenapa kita tidak bicara burung burung
nusantara? Wastra nusantara sudah, bunga sudah, burung banyak lho kita di
nusantara, banyak nama-namanya dan banyak jenisnya," lanjutnya.
"Garda The Musical" pun dikemas dengan apik. Dengan kostum yang
detail dan indah, para cast yang berbakat disatukan dengan seluruh ragam
tradisi yang ada di Indonesia. Sepanjang pertunjukkan akan disuguhkan bahasa, nyanyian dan tarian khas daerah
seperti Aceh, Minang, Sunda, Jawa, Bali hingga Maluku Utara.
"Banyuwangen, Jawa, bahasa ngapak Cilacap Banyumasan, Maluku Utara,
Indonesia Timur, ya saya pikir karena kita sangat beragam kenapa tidak kita
jadikan konten yang memang menguatkan dan menjadi keunikan yang kita
sajikan," urainya.
Kejutan demi kejutan disajikan pada setiap babak drama musikal itu. Decak kagum
pun datang dari penonton yang terkejut dengan kemasan pencampuran tradisi yang
berjalan lembut.
"Termasuk tibatiba ada Randai ketemu dengan hiphop, Randai ketemu dengan
Sedati tambah dengan saman tiba-tiba tarian Kecak. Ya itu yang kita
miliki," ujar Eko.
Ditulis oleh Hanindawan, cerita Garda ini dibawakan oleh 50 pemeran yang
berasal dari kalangan seniman, mahasiswa ISI Surakarta dari Fakultas Seni
Pertunjukan dan Fakultas Seni Rupa dan Desain.
Total lebih dari 100 pelaku ekonomi kreatif yang menggarap karya musikal ini
mulai dari kostum, set panggung, hingga koreografi.
"Kita audisi 190 orang tapi yang lolos ada 50 cast dari macam-macam
jurusan," jelasnya.
Hal yang lebih mencengangkan, waktu pemikiran konsep hingga eksekusi dilakukan
dalam waktu tiga minggu. Semua pihak yang terlibat dalam "Garda The Musical" all out untuk
mempersembahkan yang terbaik.
Apresiasi juga datang dari Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf)
yang sempat melihat beberapa potong adegan "Garda The Musical" di
Teater Besar ISI Surakarta.
"Mas Menteri tadi tu kita spill 2 adegan pas Mas Menteri dateng, terus
bilang 'mas this is so broadway even beyond broadway' and i said 'yes mas, and
even this broadway is not about world, it's about Indonesia because the
uniqueness of Nusantara within our tradition'," ucap Eko.
Dia berharap pemerintah memberikan perhatian pada seniman untuk dapat
mengenalkan tradisi dan kekayaan Nusantara dalam kemasan yang lebih terkini.
"Harapannya bisa tur di Indonesia. Harapan saya pemerintah termasuk
Kemenpar, pak Jokowi bisa paham bahwa kalau kita paham cara mengemasnya kita
tidak bicara ini merusak tradisi, tapi tradisi bisa kita sandingkan kok,"
harapnya.
"Srandai itu upacara panen padi, atau perayaan panen padi setelah
srandai tarian piring di Minang. Nah kita substansinya adalah perayaan lalu
perayaan itu kita hubungkan dengan sedati yang juga perayaan umat manusia
dengan Tuhan kenapa gak bisa kita hubungkan dengan itu. Tinggal konteks
performatifnya saja supaya tidak menjadi tabu tapi menjadi ruang untuj diskusi
untuk menyatukan keberagaman konteks kultur kita," tandasnya. (Tim Liputan)
Editor : Aan