Mengenal Alat Musik Legendaris Nusa Tenggara Timur Bersama |
Menampilkan sasando sebagai
pusat pertunjukan dan perhatian, selama kurang lebih 60 menit penikmat seni dihibur dengan keindahan
melodi dari alat musik sasando yang dibawakan oleh Nusa Tuak dengan lagu-lagu yang mencerminkan
nilai tradisi Nusa Tenggara Timur seperti lalean, bolelebo, dan masih banyak lagi. Pertunjukan Sasando
Rhapsody juga dimeriahkan dengan penampilan dari Andovi
da Lopez yang membawakan narasi pertunjukan tentang keindahan dan keajaiban
dari sasando.
Kolaborasi dan kepiawaian
keduanya, serta melodi yang tradisional mendalam hingga irama music modern yang riang, menghipnotis para
penikmat seni yang meramaikan Auditorium Galeri Indonesia Kaya. Pengaturan panggung yang intim,
pencahayaan lembut dan proyeksi visual yang mendukung akan memperkuat pesona musik sasando.
Pertunjukan ini juga menampilkan kolaborasi seni lukis naratif, yang menggambarkan cerita melalui goresan
yang selaras dengan melodi sasando bersama Diego Luister Berel.
“Sore hari ini merupakan kali
pertama saya hadir ke hadapan para penikmat
seni di Galeri Indonesia Kaya. Bangga rasanya bisa memperkenalkan kebudayaan
Nusa Tenggara Timur dengan cara yang
menyenangkan bersama kelompok musik Nusa Tuak yang juga mengangkat kebudayaan Nusa Tenggara Timur.
Dalam pertunjukan ini, saya dan Nusa Tuak mengajak penonton untuk terhubung dengan kekayaan
budaya Nusa Tenggara Timur serta indahan melodi yang terdapat dalam alunan sasando. Semoga
penampilan kami dapat diterima dengan baik dan menjadi hiburan yang bermanfaat bagi para penikmat
seni,” ungkap Andovi da Lopez
Andovi da Lopez merupakan
seorang content creator dan aktor asal Indonesia. Andovi pertama dikenal bersama kakaknya melalui kanal
SkinnyIndonesian24 di YouTube. Bersama kakaknya, Andovi juga sempat membuat Musikal DPR yang tayang
secara virtual dan saat ini sedang mempersiapkan Teater Musikal Polarisasi. Nusa
Tuak merupakan grup musik yang berupaya untuk mengenalkan alat musik sasando ke
masyarakat luas.
Terdiri dari Ganzerlana, Izhu, Utha Takalapeta bermain sasando, Rico
Matahelumual bermain hawaiian ambon, Utha sebagai bassist, Pepi sebagai
drummer, Martin Koehuan sebagai gitaris, Firdha Rachmadani dan Pepi Toy sebagai
vokalis, dan Dicky Dayu bermain suling. Nusa Tuak berharap alunan sasando dapat
dinikmati generasi muda bersama dengan musik modern.
“Sore ini, Auditorium Galeri Indonesia Kaya diisi dengan penampilan dari
Andovi da Lopez dan juga kelompok musik Nusa Tuak yang tidak hanya menghibur
namun juga memberikan pengetahuan menarik mengenai alat musik sasando. Selain
memanjakan telinga para penikmat seni, keduanya juga menjelaskan kepada
penikmat seni tentang alat musik yang terbuat dari daun lontar yang melengkung dan
berbentuk setengah lingkaran. Keduanya berhasil memukau para penikmat seni yang
hadir pada hari ini. Semoga pementasan ini dapat menjadi sajian yang bermanfaat,
menginspirasi dan juga menghibur bagi para penikmat seni,” ujar Renitasari
Adrian, Program Director Galeri Indonesia Kaya. Sekilas Galeri Indonesia Kaya
(GIK)
Galeri Indonesia Kaya merupakan ruang publik berbasis digital yang didedikasikan
untuk masyarakat dan dunia seni pertunjukan Indonesia sebagai wujud komitmen
Bakti Budaya Djarum Foundation untuk terus memperkenalkan dan melestarikan
kebudayaan Indonesia khususnya generasi muda agar tidak kehilangan identitasnya
sebagai bangsa Indonesia.
Ruang publik yang berlokasi di West Mall Grand Indonesia lantai 8 ini
merupakan yang pertama dan satu-satunya di Indonesia dalam memadukan konsep
edukasi dengan digital multimedia untuk memperkenalkan kebudayaan Indonesia,
khususnya bagi generasi muda, dengan cara yang menyenangkan, terbuka untuk
umum, dan tidak dipungut biaya.
Sejak diresmikan pada 10 Oktober 2013 yang lalu, Galeri Indonesia Kaya
telah dikunjungi lebih dari 600.000 pengunjung dan menyelenggarakan lebih dari
2.000 pertunjukan yang dipadu dengan konsep kekinian. Selama itu pula, lebih
dari 500 pekerja seni terlibat dalam beragam kegiatan seni seperti tarian,
teater, monolog, pertunjukan musik, apresiasi sastra, kunjungan budaya, dan
sebagainya.
Tempat seluas 635 m² ini juga memiliki auditorium berkapasitas 150 penonton
yang didukung fasilitas modern sebagai sarana bagi pelaku seni maupun
masyarakat umum untuk menampilkan berbagai kesenian Indonesia dan kegiatan
lainnya secara gratis, termasuk pengunjung dan penontonnya.
Selain menampilkan ragam budaya nusantara di panggung budaya auditorium,
konsep desain Galeri Indonesia Kaya tetap mengangkat ke-khas-an Indonesia dalam
interior sentuhan rotan kekinian dengan motif pucuk rebung dan kembang tanjung,
motif parang (pada ceiling). Berbagai aplikasi terbaru dihadirkan dalam bentuk
projection mapping dengan teknologi sensor yang interaktif dan menyenangkan.
Secara keseluruhan, terdapat 7 aplikasi yang terinspirasi dari ragam kekayaan Indonesia,
antara lain: Bersatu Padu, Selaras Seirama, Sajian Rasa, Arundaya, Cerita Kita,
Arungi, dan Pesona Alam. Mencintai budaya adalah wujud rasa bangga dan cinta
kita terhadap Indonesia, karena yang menyatukan bangsa adalah budaya. Cinta Budaya,
Cinta Indonesia.(Tim Liputan).
Editor : Aan