Festival Tumpek Wariga 2024: Kolaborasi SMESCO satukan Tiga Pilar Kehidupan Menuju Era Ekonomi Restoratif Berkelanjutan
KALBARNEWS.CO.ID
(BALI) - SMESCO Indonesia dan Koalisi Ekonomi Membumi (KEM) dengan
bangga mempersembahkan Festival Tumpek Wariga 2024, sebuah perayaan rasa terima
kasih kepada alam, khususnya pada keberlimpahan yang diberikan alam untuk
kehidupan.
Tumpek Wariga, berakar dalam tradisi Hindu, menjadi perwujudan ajaran Tri Hita Karana yang menekankan saling keterkaitan hubungan manusia dan pentingnya upaya bersama dalam pengelolaan lingkungan secara berkelanjutan. (5 Februari 2024).
Tema "Forestry in Harmony" menegaskan komitmen untuk memupuk
keselarasan hubungan antara manusia dan alam. Festival ini diselenggarakan bekerja
sama dengan berbagai mitra, bertujuan untuk mengangkat prinsip rantai nilai
kolaboratif guna meningkatkan aksi bersama antara pelaku usaha dan para aktor
pendukungnya dalam mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Menyatukan Tiga Pilar Penting
Festival Tumpek Wariga 2024 menjadi platform unik untuk menggabungkan tiga
pilar penting guna mewujudkan keharmonisan antara manusia dan alam. Pilar-pilar
ini mencakup signifikansi spiritual Tumpek Wariga, kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi yang mendukung pelestarian, serta manusia sebagai makhluk ekonomi
melalui praktik bisnis berkelanjutan.
Rangkaian kegiatan meliputi talkshow dan lokakarya pada hari pertama di SMESCO Hub Timur, dilanjutkan dengan eksplorasi hutan dan penelusuran komoditas pada hari kedua di Hutan Belajar Bali Barat. Sedangkan di hari ketiga peserta diajak tur ke pusat produksi Conservana, sebuah perusahaan yang mengedepankan pengelolaan hutan berkelanjutan berbasis komunitas.
Hutan Belajar Bali Barat yang sebagian dikelola oleh Conservana bersama dengan
Kelompok Tani Hutan (KTH) Giri Amertha, memiliki luas 37.182,13 hektar dan
merupakan kawasan konservasi dengan keanekaragaman hayati terestrial maupun
laut. Secara umum, dengan dikelola melalui prinsip perhutanan sosial, komoditas
hutan non-kayu olahan dapat menghasilkan 25.000 dollar per hektar.
Kolaborasi
dan gotong-royong dalam pengelolaan hutan secara berkelanjutan tidak hanya
mengembalikan fungsi hutan sebagai penyangga kehidupan, namun juga memberikan
alternatif ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal.
Memperkenalkan Rantai Nilai Gotong Royong
Festival dimulai dengan pembukaan di hari pertama oleh Leonard Theosabrata,
Direktur Utama SMESCO Indonesia, lalu diikuti oleh pidato dari Asisten
Perekonomian Dan Pembangunan Sekda Provinsi Bali, Dr. I Wayan Serinah dan
Kepala Balai Pengendalian Perubahan Iklim Jawa, Bali, Nusa Tenggara KLHK, Haryo
Pambudi. Acara kemudian dilanjutkan dengan talkshow berjudul ‘Tutur Cerita
Lestari: Menuju Ekonomi Restoratif Dengan Rantai Nilai Gotong-Royong’ dan
lokakarya untuk memahami konsep Kanvas Rantai Nilai Gotong-Royong.
Dalam paparannya, Leonard mengatakan bahwa micro-processing dari komoditas di
masing-masing daerah bisa menjadi penguatan ekonomi di daerah. Dengan adanya industri
pengolahan, tenaga kerja lokal dan investasi bisa diserap. “Sehingga tidak
perlu mengorbankan lingkungan hidup dan kerusakan sosial budaya yang bisa
terjadi karena over-investment ataupun over-exploitation dari daerahnya
masing-masing," tambahnya.
Hal serupa juga diungkapkan oleh Haryo Pambudi, Kepala Balai Pengendalian
Perubahan Iklim Jawa, Bali, Nusa Tenggara KLHK, bahwa dalam konteks adaptasi
dan mitigasi perubahan iklim, manfaat hutan selama ini berkontribusi pada
pencapaian target kontribusi nasional.
Sektor kehutanan juga telah memperoleh pembayaran berbasis kinerja dari GCF.Sebagai contoh Provinsi Bali memperoleh alokasi sekitar 205.488 dollar dana yang dikelola oleh BPDLH tersebut.Haryo menambahkan, “Peluang yang masih perlu kita akseskan ke internasional adalah manfaat selain karbon,” menurutnya Festival Tumpek Wariga memperkenalkan para peserta yang mewakili berbagai pemangku kepentingan kepada manfaat tersebut yang berupa jasa lingkungan ataupun komoditas yang dikelola secara berkelanjutan termasuk yang dilaksanakan melalui Program Kampung Iklim.
Talkshow Tutur Cerita Lestari membahas upaya kolaboratif dalam mencapai ekonomi
restoratif, dengan topik khusus pada studi kasus Hutan Belajar Bali Barat yang
dikelola oleh Conservana dan KTH Giri Amerta.
Diskusi ini bertujuan memperkuat kerja sama di antara para pemangku kepentingan di sektor berbasis sumber daya alam seperti agroforestri, sejalan dengan misi SMESCO untuk menjadikan SMESCO Hub Timur sebagai pusat pengembangan ekonomi dan investasi di Indonesia bagian timur. Diskusi ini juga menjadi pengantar untuk membahas Kanvas Rantai Nilai Gotong Royong yang menjadi pendekatan kolaboratif dalam meningkatkan nilai komoditas berbasis alam seperti agroforestri.
Bupati Trenggalek sekaligus Wakil Ketua APKASI, Mohamad Nur Arifin, yang juga
hadir, mengungkapkan pentingnya pelestarian dan pemulihan alam dalam
peningkatan ekonomi daerah. Menurutnya, investasi yang punya nilai, tidak cuma
baik bagi bisnis itu sendiri tapi juga ke masyarakat.
“Bisnis bisa sustain ketika lingkungan juga sustain,” tambahnya. Sekitar 70% dari pendapatan kabupaten Trenggalek merupakan kontribusi dari alam. Hutan yang terjaga dapat memberikan banyak pilihan portofolio investasi, seperti komoditas hasil hutan, keindahan bentang alam untuk ekowisata, dan budaya masyarakat lokal bisa menjadi atraksi tersendiri bagi pariwisata.
Acara yang dihadiri oleh sekitar 100 peserta yang terdiri dari pelaku usaha,
investor, organisasi pemungkin, mitra pembangunan, serta pemerintah, baik pusat
maupun daerah, diharapkan dapat menumbuhkan potensi komoditas berbasis alam dan
menarik investasi.
Festival Tumpek Wariga 2024 menjadi momentum kolaboratif
yang terus mengilhami dan mendorong perubahan positif membangun ekonomi yang
berkelanjutan, menghormati alam, dan memperkuat hubungan gotong-royong di
tengah-tengah masyarakat. (Tim Liputan)
Editor : Aan