Potret Sengketa Pilpres 2024, Dua Kubu Lawan Satu Siapa Menang
KALBARNEWS.CO.ID (JAKARTA) - Perhelatan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 baru saja
selesai digelar. Pesta akbar demokrasi yang dihelat pada 14 Februari itu telah
berlangsung damai mulai dari pra-Pemilu hingga pleno akhir perhitungan suara
Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada 20 Maret 2024.
Kendati semua berjalan lancar
sesuai jadwal dan mekanisme yang ditetapkan pihak penyelenggara Pemilu, pada
perkembangannya hasil akhir yang diputuskan masih menuai penolakan dari
sejumlah pihak, utamanya dari pihak kompetitor, yakni pasangan capres-cawapres
01 dan 03.
Sebagaimana diketahui, KPU pada
Rabu, 20 Maret 2024 telah menggelar Rapat Pleno Terbuka Penetapan Hasil Pemilu
2024 Tingkat Nasional, yang berlangsung di Kantor KPU. Rapat pleno terbuka yang
dipimpin oleh Ketua KPU Hasyim Asy'ari, Idham Holik, Mochammad Afifuddin,
August Mellaz, Betty Epsilon Idroos, Yulianto Sudrajat, dan Parsadaan Harahap
bersama Sekretaris Jenderal KPU Bernad Dermawan Sutrisno itu menetapkan
pasangan capres-cawapres nomor urut 02 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka
sebagai peraih suara terbanyak Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
Prabowo-Gibran mendulang suara
sebanyak 96.214.691 suara, disusul Anies Baswedan - Muhaimin Iskandar (Cak
Imin) dengan jumlah 40.971.906 suara. Sementara, pasangan
Ganjar Pranowo - Mahfud MD meraih
27.040.878 suara.
Dari hasil tersebut, sesuai
dengan aturan main yang ada, maka Prabowo-Gibran dinyatakan sebagai Presiden
dan Wakil Presiden terpilih untuk periode 2024-2029.
Namun, hasil final ini kini masih
dipersoalkan pasangan no urut 01 dan 03. Tim kuasa hukum dari kedua kubu pun
kini telah mengajukan gugagatan hasil Pemilu 2024 ke Mahkamah Konstitusi (MK)
dengan dalil yang berbeda-beda.
Kubu 01 Dan 03 Kompak
Tolak Hasil Pemilu
Menarik untuk dicermati bahwa
baik kubu 01 mupun 03 kompak menolak hasil Pemilu 2024 dengan dalil
masing-masing. Kubu 01 misalnya, melalui kuasa hukumnya, menilai hasil Pemilu
2024 diwarnai praktik kecurangan.
Hal itu disampaikan Tim Nasional
Anies-Muhaimin (Timnas AMIN), dalam persidangan pada Rabu (20/3) pagi, yang
menduga terdapat kecurangan yang dilakukan oleh paslon terpilih Prabowo
Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Melalui anggota Tim Hukum Timnas
AMIN, Bambang Widjojanto, mengungkapkan adanya dugaan kecurangan antara lain
adanya dukungan lembaga kepresidenan, pelumpuhan independensi institusi
penyelenggara pemilu, manipulasi aturan persyaratan pencalonan, pengerahan
aparatur negara, dan penggelontoran bansos.
Bambang menyatakan bahwa
berdasarkan beberapa riset, terlihat bahwa intervensi bansos dan penggunaan
aparat negara mempengaruhi peningkatan suara Prabowo pada pemilihan umum
(Pemilu) 2024 dibandingkan dengan Pemilu 2019 dan 2014.
Pihaknya juga menyinggung salah
satu contoh kasus peningkatan suara yang signifikan yang terjadi di Kepulauan
Talaud, Sulawesi Utara, dengan mencatatkan suara Prabowo-Gibran mencapai 75,39
persen pada Pemilu 2024.
Sementara itu, menurutnya,
Prabowo hanya mendapatkan 9,01 persen suara pada Pemilu 2019 saat berpasangan
dengan Sandiaga Uno dan 21,91 persen pada 2013 saat berpasangan dengan Hatta
Rajasa.
Adapun permohonan gugatan hasil
pemilu diajukan oleh paslon nomor urut satu Anies Baswedan dan Muhaimin
Iskandar dengan nomor register 1/PHPU.PRES-XXII/2024, akan digelar pada pukul
08.00 WIB-selesai.
Setali tiga uang, protes serupa
juga dilayangkan kubu 03 Ganjar-Mahfud. Kedua paslon mengajukan permohonan
gugatan dengan nomor register 2/PHPU.PRES-XXII/2024.
Dalam permohonannya, TPN Ganjar
Mahfud meminta MK RI untuk keluar dari praktik penyelesaian sengketa PHPU
presiden dan wakil presiden secara sempit yang hanya memeriksa perolehan dan
perbedaan suara para calon presiden dan wakil presiden.
Mereka juga menilai adanya
kekosongan hukum dalam UU Pemilu untuk mencegah, menganggulangi serta
memulihkan akibat dari nepotisme yang melahirkan abuse of power yang
terkoordinasi.
Menariknya, tim Ganjar-Mahfud
juga menilai instrumen penegakan hukum pemilihan umum yang
saat ini tidaklah efektif. Mereka bahkan meminta
MK agar mendiskualifikasi Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.
Terakhir, TPN Ganjar-Mahfud juga
meminta MK memerintahkan kepada KPU untuk melakukan Pemungutan Suara Ulang yang
hanya diikuti paslon 01 dan Paslon 03.
Objektif Mencerna Fakta,
Lapang Menerima Hasil
Mencermati apa yang
dipermasalahkan kubu 01 dan 03 atas hasil Pemilu 2024 sebetulnya semua bisa
terbantahkan melalui fakta-fakta yang ada. Penulis dalam hal ini lebih
cenderung mengafirmasi apa yang telah diputuskan oleh KPU-Bawaslu, bahwa memang
secara overall tidak ada yang perlu dibatalkan dari hasil Pemilu 2024.
Memang, mengharapkan 100 persen
bersih dari proses pelaksanaan Pemilu 2024 adalah sesuatu yang sangat mustahil.
Dalam arti, biar disangkal seperti apapun, Pemilu 2024 tetap ada kekurangan dan
kelemahan.
Bahkan harus diakui bahwa
kecurangan tetap saja terjadi, dan itu tidak hanya berlaku pada paslon 02 saja,
melainkan juga pada paslon 01 maupun 03. Akan tetapi, semua persoalan ini harus
dilihat dengan kaca mata jernih dan bijaksana.
Mengapa demikian, sebab, sangat
tidak masuk akal, menyebut sedikit kesalahan dapat membatalkan keseluruhan
proses yang telah dilalui dengan baik dan benar. Bahwa kemudian ada sedikit
kecurangan dan kesalahan baik itu dilakukan panitia penyelenggara ataupun dari
tim pemenangan, adalah sesuatu yang harus dibuktikan secara faktual dan
diproses secara hukum.
Kita punya mekanisme hukum untuk
memproses semua pelanggaran ataupun praktik-praktik kecurangan Pemilu. Ada MK
sebagai lembaga pengadil sengketa Pemilu. Juga ada lembaga-lembaga penegakan
hukum lainnya yang siap memproses kesalahan maupun pelanggaran yang ada.
Jadi, sangat tidak tepat menyebut
satu kesalahan kecil dapat membatalkan keseluruhan hasil. Ini sangat nonsense.
Jika memang benar apa yang
diklaim oleh tim kuasa hukum paslon 01 dan 03, tinggal dibuktikan di
pengadilan. Dan kalau ternyata hasilnya tidak terbukti, maka kita harus
berlapang dada menerima hasil yang sudah ada, bukan meminta Pemilu diulang: ini
sangat tidak rasional menimbang cost pemilu yang cukup besar.
Penulis : Assoc Prof Dr Firman
Wijaya, SH., MH.
(Ketua
Umum Persatuan Advokat Indonesia (PERADIN) & Stafsus Wapres Bidang Hukum)