Indonesia Akan Memfasilitasi Akses Jaringan Listrik Bagi Produsen Listrik Independen
KALBARNEWS.COID
(INDONESIA)
- Pemerintah Indonesia berencana untuk menetapkan standar hukum yang
memungkinkan perusahaan swasta untuk memasok listrik kepada konsumen akhir
menggunakan jaringan milik perusahaan milik negara PLN.
Hal ini
dilaporkan oleh PV Magazine, mengutip Institute for Essential Services Reform,
yang terlibat dalam penyusunan undang-undang baru tersebut. Tanggal 12.07.2024
Penyediaan akses ke jaringan listrik
negara bagi produsen listrik swasta dimaksudkan untuk memacu pengembangan
energi terbarukan, yang saat ini masih memegang peranan kecil dalam industri
listrik Indonesia.
Menurut Ember, bahan bakar fosil
menyumbang 81% dari pembangkitan listrik Indonesia pada tahun 2023, sedangkan
sumber rendah karbon, termasuk pembangkit listrik tenaga angin, surya, dan
hidroelektrik, hanya menyumbang 19%.
PLTU berbahan
bakar batu bara merupakan sumber energi konvensional yang paling populer,
dengan kontribusi sebesar 62% dari total produksi listrik pada tahun 2023,
termasuk karena ketersediaan bahan baku yang tinggi.
Indonesia
merupakan produsen batu bara pembangkit listrik terbesar ketiga, kedua setelah
Tiongkok dan India dalam hal pangsa pasar dalam struktur pasokan global
(masing-masing 9% berbanding 50% dan 13%, menurut data IEA untuk tahun 2023).
Namun, dalam beberapa tahun
terakhir, Indonesia menduduki peringkat kedua di dunia dalam hal laju
pembangunan pembangkit listrik tenaga batu bara.
Menurut
Global Energy Monitor, kapasitas PLTU batu bara yang diluncurkan di Indonesia
antara tahun 2018 dan 2023 mencapai total 17,2 GW, lebih besar dari India (16,3
GW dibandingkan 142,4 GW di Tiongkok).
Akibatnya,
industri listrik Indonesia lebih intensif karbon daripada sistem energi
negara-negara berkembang terkemuka di Asia-Pasifik.
Di Tiongkok,
1 kilowatt-jam listrik yang dihasilkan pada tahun 2023 menghasilkan rata-rata
582 gram setara CO2 dalam emisi gas rumah kaca, dibandingkan dengan 475 gram
setara CO2 untuk Vietnam dan 682 gram setara CO2 untuk Indonesia, menurut
Ember.
Pada saat
yang sama, Indonesia berada di peringkat keempat di antara negara-negara
Asia-Pasifik dalam hal pangsa dalam struktur global emisi gas rumah kaca dari
sektor listrik (2,1% versus 31,2% untuk Tiongkok, 7,7% untuk India dan 2,6%
untuk Jepang, menurut Energy Institute).
Menyediakan akses jaringan
listrik bagi produsen energi terbarukan swasta akan memungkinkan Indonesia
untuk mengurangi intensitas karbon pada industri listriknya. Penerapan standar
ini secara de
facto berarti bahwa perusahaan milik negara PLN akan
menanggung biaya peningkatan infrastruktur jaringan listrik, yang biasanya
diperlukan untuk penerapan fasilitas energi terbarukan dalam skala besar.
Hal ini juga
ditunjukkan oleh tren global: kapasitas global energi terbarukan yang baru
diluncurkan meroket dari 188 GW pada tahun 2019 menjadi 473 GW pada tahun 2023,
sementara investasi dalam pembangunan jaringan listrik selama periode yang sama
meningkat dari $310 miliar menjadi $374 miliar (dalam harga tahun 2023),
menurut IRENA dan IEA. (Tim Liputan)
Editor : Aan