KALBARNEWS.CO.ID
(PONTIANAK) - Lama sekali tak menulis cerita pendek (cerpen).
Ntah kenapa tiba-tiba ingin merangkai kata sebuah kisah. Ayah dan Anak. Inilah
kisah tersebut.
Di sebuah kerajaan politik penuh
intrik dan drama, tinggallah dua sosok utama, Kanu dan Kobe. Kanu, sang ayah,
adalah seorang pemimpin organisasi besar. Ia penuh cinta dan kerja keras, bak
seorang petani menanam benih lalu menunggu panen dengan sabar.
Namun, sang putra, Kobe, mulai
tumbuh besar dan menonjol, terutama dalam kancah politik, seperti tanaman liar
yang tumbuh subur dan mengambil alih ladang ayahnya.
Kanu seringkali mengingatkan Kobe
tentang masa kecilnya. Bagaimana ia membesarkan Kobe dengan susah payah,
membelikannya mainan politik pertama, dan mengajarkannya cara berpidato sambil
menjaga senyum manis di depan kamera.
"Ingat, Nak!" kata Kanu.
"Kamu dulu hanya seorang
bocah yang takut tampil di depan umum kalau bukan karena dorongan dan bimbingan
ayah."
Namun, Kobe dengan senyum penuh
kemenangan menanggapi, "Ayah, zaman sudah berubah. Aku ini sekarang
seperti startup unicorn di dunia politik. Semua orang tahu aku sukses bukan
karena warisan, tapi karena kerja keras dan strategi viral marketing di sosial
media."
Kanu, dengan nada sinis,
menimpali, "Oh ya? Kalau begitu, kapan kita makan malam bersama untuk
merayakan kesuksesan startup politikmu? Atau kamu terlalu sibuk menghadiri
seminar 'Cara Meraih Kekuasaan Tanpa Bantuan Ayah'?"
Ketegangan antara ayah dan anak
ini semakin menjadi-jadi setelah pemilihan gubernur terakhir. Kanu, yang selalu
merasa sebagai pendiri dinasti, merasa dilangkahi oleh Kobe yang kini
mendominasi panggung politik dengan gaya milenialnya yang penuh aksi dan drama.
"Anakku," ujar Kanu sambil menghela napas, "Kamu ini benar-benar
seperti sinetron kejar tayang. Penuh konflik, dramatis, dan kadang membuat
penonton lelah."
Kobe, dengan gaya santainya,
membalas, "Ayah, dalam politik modern, sinetron justru yang dicari.
Penonton butuh hiburan. Kalau kita tidak bikin drama, nanti rating turun!"
Dalam dunia politik yang penuh
dengan janji-janji manis dan permainan kekuasaan, hubungan antara Kanu dan Kobe
menjadi metafora dari betapa rapuhnya ikatan keluarga ketika dibenturkan dengan
ambisi dan ego. Mereka berdua terus beradu argumen dalam tarian politik yang
tak berujung, masing-masing berusaha membuktikan siapa yang lebih layak untuk
duduk di singgasana kekuasaan.
Mereka mungkin satu darah, tetapi
di dunia yang dikuasai oleh politik dan ambisi, darah tidak selalu lebih kental
dari pada air. Begitu lah kisah keluarga ini menjadi bahan tontonan menarik
bagi rakyat, yang menonton sambil menikmati kopi di pagi hari.Penonton menunggu
episode berikutnya dari drama tak berujung antara Kanu dan Kobe. Selesai.
Sebuah cerpen menyambut Agustus
2024. Tidak ada hubungannya dengan dunia nyata. #camanewak.
Penulis : Rosadi Jamani/Bang Ros