Sentuhan Kecil Dapat Selamatkan Nyawa |
KALBARNEWS.CO.ID (JAKARTA) - Indonesia merupakan salah satu negara yang rawan bencana, baik
itu bencana alam, non-alam, maupun sosial. Karena itu, Pusat Krisis Kementerian
Kesehatan (Kemenkes) RI berkomitmen menyelenggarakan pelatihan Bantuan Hidup
Dasar (BHD) untuk orang awam, sebagai upaya meningkatkan ketahanan kesehatan
dan kesiapsiagaan terhadap situasi darurat medis.
Hal
tersebut disampaikan Kepala Pusat Krisis Kesehatan Kemenkes RI Dr. Sumarjaya, SKM,
M.M, MFP, C.F.A saat Kegiatan Pelatihan Bantuan Hidup Dasar (BHD) Bagi Orang
Awam di Menara Mega Syariah, Jakarta Selatan pada hari Selasa (13/08/24) lalu.
“Jadi, setelah COVID-19
kemarin, indeks risiko bencana kita cukup besar. Ada 10 program prioritas
Kemenkes melalui transformasi kesehatan, salah satunya pemberdayaan masyarakat.
Pemberdayaan masyarakat dalam rangka bagaimana dia bisa membantu menangani
risiko terhadap terjadinya bencana alam dan non alam maupun sosial,” kata
Kepala Pusat Krisis Kesehatan Kemenkes RI Dr. Sumarjaya, SKM, M.M, MFP, C.F.A
saat Kegiatan Pelatihan Bantuan Hidup Dasar (BHD) Bagi Orang Awam di Menara
Mega Syariah, Jakarta Selatan (13/08).
Kegiatan ini merupakan
yang pertama kali dilakukan. Melalui pendekatan langsung (door to door),
Sumarjaya berharap pelatihan ini dapat berkelanjutan dan sosialisasi BHD dapat
menjangkau masyarakat luas, terutama perusahaan, hotel, mal, dan kantor
kementerian/lembaga lainnya.
Kontribusi dari setiap
individu sangat diharapkan dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan. Hal ini
karena upaya pelayanan kesehatan tidak hanya menjadi tanggung jawab tenaga
kesehatan, tetapi masyarakat juga perlu memahami cara memberikan pertolongan
pertama saat terjadi masalah kesehatan. Dengan sentuhan kecil, masyarakat
diharapkan dapat menyelamatkan nyawa.
Seringkali, ketika
menemukan seseorang dalam situasi gawat, orang di sekitar cenderung panik dan
langsung berpikir membawa korban ke rumah sakit. Sayangnya, tidak banyak orang
yang memikirkan bagaimana agar korban selamat sebelum tiba di rumah sakit untuk
mendapatkan penanganan maupun pengobatan, sehingga korban dapat lebih cepat
terselamatkan.
Sumarjaya mencontohkan
tragedi Kanjuruhan, Jawa Timur, pada 2022. Tidak ada satupun pertolongan
pertama yang diberikan, baik oleh rekan sejawat, petugas keamanan, petugas
kebersihan, maupun lainnya. Ia membandingkannya dengan tragedi Itaewon, Seoul,
yang terjadi tidak lama setelah Kanjuruhan. Saat kejadian itu, banyak orang di
sekitar korban yang memberikan Resusitasi Jantung Paru (RJP).
Kemudian, kematian
pemain bulu tangkis China, Zhang Zhijie, pada akhir Juni lalu juga menjadi
pelajaran berharga bagi Indonesia. Jaya sangat menyayangkan kejadian ini dan
menekankan pentingnya kemampuan pertolongan pertama.
Kondisi darurat medis
terbagi menjadi dua, yaitu pra-rumah sakit (pre-hospital) dan di rumah sakit
(hospital). Pertolongan di rumah sakit bersifat kuratif, seperti pengobatan,
perawatan, dan pemulihan. Sementara itu, pertolongan pra-rumah sakit bertujuan
mempertahankan agar pasien tetap hidup saat menghadapi situasi berisiko.
“Nah, kita lakukan ini.
Jadi, itu tugas kita, bagaimana kita bisa membantu tetangga dan teman. Dengan
harapan, kami dapat menyosialisasikan bagaimana caranya membantu dalam kondisi
darurat medis. Ini kasus nyata yang ada di lapangan,” kata Jaya.
Pelatihan Bantuan Hidup
Dasar ini dirancang untuk membekali peserta dengan pengetahuan dan keterampilan
dasar yang diperlukan dalam menangani situasi darurat medis, seperti henti
jantung mendadak, tersedak, atau pingsan. Para peserta dilatih oleh tenaga
medis profesional yang berpengalaman dalam teknik Resusitasi Jantung Paru
(RJP), penanganan saluran napas yang tersumbat, dan penggunaan Automated
External Defibrillator (AED).
Pelatihan ini juga
merupakan bagian dari inisiatif berkelanjutan Pusat Krisis Kesehatan untuk
memperluas jangkauan pelatihan kesehatan di seluruh Indonesia. Dengan
melibatkan semua provinsi dan bekerja sama dengan 11 Regional Pusat Krisis
Kesehatan, kegiatan ini diharapkan dapat memberikan dampak positif yang luas,
tidak hanya dalam konteks pelatihan individual, tetapi juga dalam meningkatkan
kesiapsiagaan komunitas secara keseluruhan. (Sumber : Humas Kemenkes RI).
Editor
: Aan