KALBARNEWS.CO.ID (KUBU
RAYA) – Pengasuh sebuah pondok pesantren di Desa Kapur Kecamatan
Sungai Raya Kabupaten Kubu Raya Provinsi Kalimantan Barat akhirnya angkat
bicara terkait isu yang beredar mengenai dugaan pemukulan terhadap salah satu
santriwatinya pada hari Jumat (30 Agustus 2024) lalu.
Kabar tersebut sempat viral di
media sosial dan menimbulkan keresahan di kalangan orang tua serta masyarakat
luas kemudian membuat pihak Pondok Pesantren perlu meluruskan isu tersebut.
Seperti diberitakan sebalumnya,
ada salah satu santriwati di pondok pesantren di Desa Kapur Kecamatan Sungai
Raya Kabupaten Kubu Raya Provinsi Kalimantan Barat yang diduga menjadi korban
penganiayaan.
Dalam pernyataan resminya,
pengasuh pondok pesantren menyampaikan klarifikasi bahwa kejadian yang
dipersoalkan adalah sebuah insiden yang terjadi dalam konteks disiplin dan
bukanlah tindak kekerasan yang disengaja.
Pengasuh menegaskan bahwa pondok
pesantren memiliki aturan ketat terkait perilaku dan kedisiplinan, namun
insiden ini dinilai telah disalahartikan.
“Kami ingin meluruskan bahwa
tindakan yang dilakukan oleh pengajar bertujuan mendidik, namun kami menyadari
bahwa pendekatan yang digunakan tidak tepat dan menimbulkan salah persepsi di
masyarakat,” ujar pengasuh pondok dalam konferensi pers.
“Tindakan yang dilakukan Pengasuh
Pondok Pesantren itu adalah Tindakan penegakan aturan yang dilakukan oleh
pengasuh terhadap santri ataupun santriwati yang melanggar aturan internal Pondok
Pesantren,” ungkap salah satu pengasuh Pondok Pesantren saat ditemui wartawan pada
hari Jumat (6 September 2024).
Ia mengatakan bahwa santriwati
yang diisukan menjadi korban itu telah melanggar aturan dan sering berulang,
maka sesuai aturan Pondok harus membayar denda setiap pelanggaran dengan
sejumlah uang untuk dimasukkan kas pondok yang tujuannya juga guna pengembangan
Ponpes.
“Setiap Pelanggaran dedenda sebesar
Rp. 5000,- atau jika tidak bayar denda maka dikoversi dengan dirotan sebanyak 5
kali, nah santriwati ini melanggar aturan sebanyak 25 kali jika tidak membayar
denda maka di rotan sebanyak 125 kali, dan itupun pada tempat-tempat
yang tidak membahayakan santri dengan tetap diiringi doa dari pengasuh agar santri menjadi disiplin dan patuh pada aturan Pondok,” tambah
Pengasuh ini.
Lebih lanjut, pondok pesantren
tersebut berjanji akan melakukan evaluasi mendalam terhadap sistem pembinaan
dan metode pendidikan yang diterapkan. Pihak pesantren menyatakan komitmennya
untuk memastikan lingkungan pendidikan yang aman dan nyaman bagi seluruh
santri, khususnya santriwati.
Selain itu, pihak pesantren telah
melakukan dialog dengan keluarga santriwati untuk menyelesaikan permasalahan
ini secara kekeluargaan. Mereka juga berencana meningkatkan pengawasan terhadap
interaksi antara pengajar dan santri, serta memberikan pelatihan kepada para
tenaga pengajar agar lebih bijak dalam menjalankan tugasnya.
“Kami berharap masyarakat tidak
terburu-buru mengambil kesimpulan sebelum mengetahui fakta yang sebenarnya.
Pondok pesantren kami selalu berupaya memberikan pendidikan terbaik berdasarkan
nilai-nilai Islam yang rahmatan lil ‘alamin, jauh dari segala bentuk
kekerasan,” tambah pengasuh.
Di sisi lain, pihak berwenang,
termasuk kepolisian setempat, telah turut memantau kasus ini dan siap mengambil
langkah hukum jika terbukti ada pelanggaran yang merugikan santriwati. Mereka
mengimbau semua pihak untuk tetap tenang dan menunggu hasil investigasi lebih
lanjut.
Pihak pesantren berkomitmen
memperbaiki diri dan menjamin kejadian serupa tidak akan terulang, dengan
harapan masyarakat dapat terus mendukung proses pendidikan di pondok pesantren
tersebut. (tim liputan).
Editor : Heri