Kampanye Berakhir, Masa Tenang Tiba |
KALBARNEWS.CO.ID (PONTIANAK) - Masa kampanye Pilkada Kalbar berakhir.
Alhamdulillah, konflik besar nihil. Tapi kalau saling serang, sindir? Oh, itu
seperti nasi dan lauk, wajib ada. Fitnah kecil, kampanye hitam, dan debat ala
“siapa yang lebih pandai memutar fakta” selalu hadir sebagai bumbu penyedap.
Bahkan, kampanye terakhir adalah
pesta, ribuan massa, artis ibu kota, dan janji yang membahana sampai ke langit
ke tujuh. Hasilnya? Kita lihat nanti, apakah janji tinggal janji atau berubah
jadi meme.
Kini, masuklah kita ke Masa
Tenang. “Tanang tanang wak!” kate budak Pontianak. Ya, masa tenang. “Usah nak
molah ingar!” kata urang Sambas.
Menurut PKPU Nomor 2 Tahun 2024,
masa tenang ini berlaku dari 24 hingga 26 November. Katanya, ini waktu untuk
merenung, introspeksi, dan memilih pemimpin dengan hati. Tapi ayo jujur, berapa
banyak yang benar-benar merenung? Bukannya malah sibuk menyusun strategi
“serangan fajar?” Ayat suci Pilkada sepertinya masih berlaku. “Buah sawit kayu
ara, ada duit ada suara" Pepatah yang semakin relevan di masa-masa
ini.
Masa kampanye selalu megah. Mulai
dari orasi yang berapi-api hingga atraksi panggung hiburan. Tapi, begitu masa
tenang tiba, saatnya para kandidat evaluasi diri. Tim sukses bersiap
melancarkan pukulan terakhir, tendangan tanpa bayangan. Bergerak dalam tenang.
Sementara itu, rakyat diminta
memilih berdasarkan rekam jejak, kapabilitas, dan integritas serta hati nurani.
Indah sekali, wak? Sayangnya, realitas sering berkata lain. Pilihan kerap kali
didasarkan pada "siapa yang kasih sembako" atau "siapa yang
traktir makan nasi kotak." Kapasitas? Kapabilitas? Ah, itu belakangan,
asal ada minyak goreng dan kopi sachet.
Masa tenang ini ibarat malam
sebelum ujian. Bukan soal belajar, tapi soal siapa yang lebih cepat bergerak
dalam gelap. Serangan fajar bukan lagi rahasia. Ini sudah tradisi. “Bendenye
ade, tapi susah nak dibuktikan.”
Lucunya, rakyat selalu pandai
bermain peran. Menerima dari semua kandidat, tapi mencoblos yang mana? Itu
rahasia dapur. Kalau ditanya, jawabannya pasti filosofis, “Duitnya mereka,
suaranya kita."
Rabu, 27 November, adalah
puncaknya. Hari pencoblosan yang diharapkan menjadi pesta demokrasi. Tapi
jangan salah, wak! Ini juga bisa jadi awal kekacauan. Hasil perhitungan suara
bisa jadi pemantik perseteruan. Yang kalah? Akan bilang, “Curang!” Yang menang?
Pasti bilang, “Ini kehendak rakyat!”
Pada akhirnya, rakyatlah yang
menjadi saksi dan korban dari drama demokrasi ini. Semoga kita memilih dengan
bijak, meski di tengah kebisingan janji dan gemuruh amplop. Demokrasi itu indah, kalau tidak ada politik
uang. Sayangnya, politik uang itu seperti nasi putih, sulit dilepaskan dari
menu harian. Siapa pun pilihan ente, dia lah putra terbaik Kalbar. “Usah nak
gopoh, tanang-tanang be!” #camanewak.
Penulis
: Rosadi
Jamani (Ketua Satupena Kalbar)