Koordinator Relawan Satu Barisan, Husni (Foto: Tim Media Midji-Didi)
KALBARNEWS.CO.ID (SINGKAWANG) - Koordinator Relawan Satu Barisan, Husni menanggapi tudingan Calon Gubernur Kalimantan Barat (Kalbar), Muda Mahendrawan yang menyebut Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalbar tak pernah memberikan intervensi bantuan anggaran untuk pemerintah kabupaten/kota se-Kalbar. Pernyataan itu sempat dilontarkan Muda saat debat publik kedua Pemilihan Gubernur (Pilgub) yang digelar Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kalbar, Selasa (5/11).
Husni menegaskan, apa yang disampaikan Calon Gubernur Muda itu sama sekali tidak benar alias hoaks. Karena faktanya, sesuai data, setiap tahun Pemprov Kalbar rutin memberikan bantuan keuangan (bankeu) kepada pemerintah kabupaten/kota.
Dari data rekapitulasi bankeu provinsi 2019-2023 misalnya, anggaran yang dikucurkan Pemprov di tahun 2019 mencapai Rp19,16 miliar. Yang terbagi untuk 10 kabupaten/kota. Sementara di tahun 2020, total bankeu yang diberikan sebesar Rp18,4 miliar, yang terbagi untuk sembilan kabupaten/kota.
"Setelah 2020, pasca pandemi, angka bankeu yang diberikan Pemprov kemudian meningkat signifikan. Di tahun 2021 totalnya Rp83,29 miliar, tahun 2022 sebesar Rp47,48 miliar, dan di tahun 2023 sebesar Rp111,23 miliar. Semua daerah kebagian kok," ungkapnya.
Bahkan di tahun 2023, lanjut Husni, dengan alokasi bankeu paling besar selama lima tahun, semua kabupataen/kota se-Kalbar mendapat bantuan. Salah satu contohnya, Kabupaten Kapuas Hulu yang mendapat alokasi paling besar senilai Rp52,45 miliar.
Dana bantuan dari Pemprov tersebut kemudian digunakan Pemkab Kapuas Hulu untuk membangun empat ruas jalan kabupaten. Lalu yang terbaru di tahun 2024, Pemprov juga mengucurkan bankeu untuk Pemkab Mempawah. Bantuan sebesar Rp45 miliar itu digunakan Pemkab Mempawah untuk pembangunan sarana air bersih (PDAM).
"Jadi aneh kalau Pak Muda bilang Pemprov tidak pernah membantu kabupaten/kota. Padahal dia kan bupati (2019-2024), bahkan dari data, setiap tahun (2019-2023) Kubu Raya selalu dapat bankeu," sesalnya.
Husni menduga, ketika menjabat bupati, Muda justru tak mampu berkinerja dengan baik. Tidak bisa mengoptimalkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan hanya mengemis mengharapkan bantuan keuangan baik dari Pemprov, maupun pemerintah pusat. Sampai akhirnya daerah yang mengusung jargon menanjak itu mengalami defisit anggaran, hingga harus berhutang untuk menutupinya.
"Karena kepala daerah yang baik itu justru harusnya bisa meningkatkan PAD, membuat daerah mandiri secara fiskal. Jangan hanya berharap bantuan. Kacau kepala daerah (bupati) seperti itu, bagaimana mau jadi gubernur," ucapnya.
Kembali berbicara tentang bankeu yang dialokasikan Pemprov ke kabupaten/kota, menurut Husni, memang harus diberikan sesuai skala prioritas. Sebab hal-hal yang menjadi tanggung jawab Pemprov juga cukup besar, dan tentunya harus dituntaskan terlebih dahulu. Seperti disebutkan dia, jalan yang menjadi kewenangan provinsi, masih banyak yang perlu ditangani.
"Selama lima tahun menjabat gubernur, Pak Sutarmidji mampu meningkatkan jalan provinsi menjadi mantap dari sekitar 49 persen, menjadi sekitar 80 persen, padahal dua tahun ada pandemi. Itu (jalan) perlu anggaran besar, dan tak cukup dituntaskan hanya satu periode. Jadi tentu Pak Sutarmidji fokus pada kewajiban provinsi dulu, masa yang wajib belum tuntas, sudah mau kerjakan yang lain," ujarnya.
Karena itu Husni yakin jika Sutarmidji kembali terpilih sebagai gubernur di periode kedua nanti, bankeu yang dikucurkan Pemprov Kalbar akan jauh lebih besar. Mengingat hal-hal yang menjadi kewajiban Pemprov sudah hampir tuntas dikerjakan. Dengan demikian pemerintah kabupaten/kota bisa mendapat alokasi bankeu yanv lebih tinggi.
"Setahun di tahun 2023 itu (bankeu se-Kalbar) Rp111,23 sudah cukup besar, di periode kedua nanti pasti akan semakin besar," yakinnya.
Selain itu, Husni juga menyoroti statmen Muda yang mengatakan terjadinya Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) pada APBD Pemprov, ketika Sutarmidji menjabat gubernur, merupakan kegagalan pemimpin daerah. Padahal, kata dia, SiLPA yeng terjadi merupakan SiLPA positif, akibat realisasi pendapatan yang melebihi target.
Karena terbukti dari penilaian Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Pemprov Kalbar setiap tahunnya selalu masuk urutan empat nasional, baik dari sisi realisasi pendapatan, maupun realisasi belanja. Yang artinya, pengelolaan anggaran oleh Pemprov Kalbar sudah sangat baik. Ditambah setiap tahun, Pemprov Kalbar juga selalu meraih Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD).
"Apakah pemerintahan dengan capaian-capaian seperti itu disebut gagal. Lalu bagaimana dengan kepala daerah yang justru membuat anggaran pemerintahannya defisit, dan berhutang, mau disebut apa?," tanya Husni. (Tim Liputan)
Editor : Aan