Wacana Libur Sekolah Selama Ramadan 2025, Muhammadiyah Dukung Fokus pada Pendidikan Akhlak

Editor: Redaksi author photo

Wacana Libur Sekolah Selama Ramadan 2025, Muhammadiyah Dukung Fokus pada Pendidikan Akhlak

KALBARNEWS.CO.ID (JAKARTA) - 
Beberapa waktu terakhir, muncul wacana mengenai kemungkinan sekolah diliburkan selama bulan Ramadan 2025. Wacana ini pertama kali disampaikan oleh Wakil Menteri Agama (Wamenag), Romo HR Muhammad Syafi'i, yang mengungkapkan kepada publik bahwa ada pembahasan mengenai kemungkinan meliburkan sekolah selama satu bulan penuh pada bulan Ramadan mendatang. Hal ini disampaikan pada 30 Desember 2024 dan mendapatkan perhatian luas, baik dari masyarakat maupun pihak-pihak terkait.


Setelah wacana tersebut mencuat, Menteri Agama, Nasaruddin Umar, memberikan tanggapan pada 1 Januari 2025. Dalam pertemuannya dengan media, Nasaruddin meminta masyarakat untuk menunggu hasil rapat yang akan membahas lebih lanjut mengenai wacana tersebut. Menurutnya, apapun keputusan yang diambil, yang terpenting adalah bagaimana umat Islam dapat memanfaatkan bulan Ramadan dengan sebaik-baiknya.


"Yang jelas bahwa libur atau tidak libur, kita sama-sama berharap berkualitas ibadahnya," kata Nasaruddin Umar. 


Ia menegaskan bahwa bulan Ramadan seharusnya menjadi waktu untuk fokus beribadah, baik bagi umat Islam maupun bagi mereka yang non-Muslim. 


“Ramadan itu adalah konsentrasi bagi umat Islam dan yang non Muslim mari saling menghargai,” imbuhnya.


Menteri Agama juga menyampaikan bahwa selama bulan Ramadan, kualitas ibadah harus menjadi prioritas utama, dan semua pihak harus saling memberikan penghormatan terhadap bulan yang penuh berkah ini. 


"Ramadan kali ini kita proses akan jadi Ramadan yang berkualitas, bagaimana membikin Ramadan berkualitas? Ya mulai dari anak kecil sampai dewasa itu kita berikan respektif terhadap bulan Ramadan itu," tambahnya.


Meskipun demikian, keputusan apakah sekolah akan diliburkan atau tidak masih dalam tahap pembahasan, dan Nasaruddin menegaskan bahwa wacana tersebut belum membahas detail lebih lanjut.


Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir, turut memberikan pandangannya terkait wacana tersebut. Saat ditemui media pada Rabu, 15 Januari 2025, Haedar dengan tegas menyatakan setuju dengan ide libur sekolah selama bulan Ramadan. 


"Setuju, setuju," kata Haedar Nashir. 


Namun, ia juga mengingatkan bahwa jika keputusan tersebut disetujui, ada pertimbangan yang harus diambil.


"Namun poin penting bagi Muhammadiyah, Ramadan dijadikan arena untuk mendidik akhlak, mendidik budi pekerti, mendidik karakter," ujar Haedar. 


Ia menambahkan bahwa masa liburan ini seharusnya dimanfaatkan sebagai momen untuk memperkuat pendidikan akhlak dan budi pekerti, terutama di era digital ini, di mana banyak anak-anak yang lebih banyak terpapar teknologi.


“Karena itu pendidikan agama, pendidikan akhlak, pendidikan budi pekerti itu menjadi sangat penting,” kata Haedar lebih lanjut. 


Menurutnya, jika libur selama Ramadan diberikan, harus dimanfaatkan untuk mendidik generasi muda dengan nilai-nilai moral yang baik, selain proses pembelajaran akademik.


Haedar juga menekankan bahwa keputusan untuk meliburkan sekolah selama bulan Ramadan sepenuhnya berada di tangan pemerintah, baik itu Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, maupun Kementerian Agama. 


"Itu sepenuhnya kewenangan Kementerian, baik Dikti maupun Dikdasmen," jelas Haedar Nashir.


Oleh karena itu, keputusan akhir mengenai durasi liburan Ramadan dan pelaksanaannya akan bergantung pada kebijakan yang akan diambil pemerintah.


Sementara itu, terkait libur nasional di Indonesia pada tahun 2025, telah diterbitkan Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri, yang mengatur hari-hari libur nasional dan cuti bersama. Menurut SKB tersebut, ada total 16 hari libur nasional dan 7 cuti bersama yang diatur untuk tahun 2025.


Sekolah-sekolah di Indonesia sebelumnya pernah menerapkan kebijakan libur satu bulan penuh selama Ramadan di era Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) pada tahun 1999. Selain memberikan libur panjang, Gus Dur juga mengimbau agar sekolah-sekolah menyelenggarakan pesantren kilat selama Ramadan, sebagai upaya memperdalam ilmu agama dan meningkatkan kualitas spiritual para siswa.


Dalam sejarah Indonesia, libur sekolah selama Ramadan juga pernah diterapkan pada masa pemerintahan kolonial Hindia Belanda. Saat itu, kebijakan tersebut berlaku di semua sekolah, mulai dari tingkat dasar (Hollandsch Inlandsche School atau HIS) hingga tingkat menengah atas (Hogere Burger School atau HBS, dan Algemen Middlebare School atau MBS).


Wacana mengenai libur sekolah selama bulan Ramadan kini terus berkembang, dan keputusan akhir masih menunggu pembahasan lebih lanjut oleh pemerintah. Jika keputusan ini benar-benar diambil, banyak pihak berharap agar masa liburan tersebut dapat dimanfaatkan dengan baik, tidak hanya untuk istirahat, tetapi juga untuk meningkatkan kualitas ibadah dan moralitas generasi muda. (Tim Liputan).

Editor : Lan

Share:
Komentar

Berita Terkini