Dampak Pemotongan Anggaran BMKG terhadap Mitigasi Bencana dan Respon Pemerintah
KALBARNEWS.CO.ID (JAKARTA) - Salah satu badan negara yang terkena kebijakan pemotongan anggaran dalam rangka efisiensi belanja negara adalah Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). Sebelumnya, beredar informasi bahwa pemangkasan anggaran BMKG mencapai 50,35 persen dari total anggaran awalnya. Dari kebijakan pemerintah sesuai surat Menteri Keuangan Nomor S-37/MK.02/2025, BMKG harus merelakan pemotongan anggaran sebesar Rp1,423 triliun dari anggaran sebelumnya yang mencapai Rp2,826 triliun.
Pemangkasan anggaran ini menimbulkan kekhawatiran terhadap pemeliharaan alat mitigasi bencana yang diperkirakan akan terdampak hingga 71 persen. Hal ini dikhawatirkan dapat mempengaruhi efektivitas penyaluran informasi dini terkait bencana alam seperti cuaca ekstrem, gempa bumi, tsunami, dan perubahan iklim.
Namun, di tengah kabar pemotongan anggaran yang cukup besar ini, pihak Istana Kepresidenan membantah informasi tersebut.
Bantahan Istana Soal Pemotongan Anggaran BMKG
Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi, menyangkal adanya pemotongan anggaran BMKG hingga 50 persen. Dalam keterangannya pada Selasa, 11 Februari 2025, ia meminta agar informasi yang beredar mengenai pemangkasan anggaran BMKG dikonfirmasi kembali ke instansi terkait untuk mendapatkan data terbaru.
“Tidak benar anggaran BMKG terkena efisiensi sebesar 50 persen,” ujar Hasan. “Silakan cek lagi ke BMKG untuk data terbaru,” tambahnya.
Hasan juga menjelaskan bahwa layanan publik, termasuk informasi dari BMKG, tidak akan terkena efisiensi anggaran secara signifikan. Ia merinci bahwa ada empat sektor yang tetap mendapatkan prioritas dalam alokasi anggaran, yaitu gaji pegawai, layanan dasar prioritas pegawai, layanan publik, dan bantuan sosial.
“Jadi mitigasi bencana merupakan layanan publik yang dipastikan optimal,” tandas Hasan.
Kekhawatiran Terhadap Gangguan Penyaluran Informasi BMKG
Kekhawatiran terkait pemangkasan anggaran BMKG muncul karena adanya dampak terhadap akses informasi mitigasi bencana. Jika anggaran untuk pemeliharaan alat mitigasi bencana berkurang hingga 71 persen, maka dapat terjadi gangguan dalam observasi dan kemampuan deteksi cuaca, iklim, kualitas udara, gempa bumi, serta tsunami.
Kepala Biro Hukum, Humas, dan Kerja Sama BMKG, Muslihhuddin, mengungkapkan bahwa BMKG memiliki sekitar 600 alat sensor yang tersebar di seluruh Indonesia untuk mendeteksi aktivitas gempa bumi dan tsunami. Sebagian besar alat tersebut sudah melampaui batas kelayakan dan memerlukan perawatan intensif agar tetap berfungsi dengan optimal.
Selain itu, ketepatan akurasi informasi BMKG juga berpotensi mengalami penurunan signifikan. Dalam pernyataannya pada Senin, 10 Februari 2025, Muslihhuddin mengungkapkan bahwa akurasi informasi cuaca, iklim, gempa bumi, dan tsunami bisa turun dari 90 persen menjadi hanya 60 persen.
Tak hanya itu, kecepatan penyampaian informasi peringatan dini tsunami yang sebelumnya dapat disampaikan dalam waktu 3 menit berpotensi melambat menjadi 5 menit atau lebih. Jangkauan penyebarluasan informasi gempa bumi dan tsunami juga berisiko menurun hingga 70 persen.
“Ketepatan akurasi informasi cuaca, iklim, gempa bumi, dan tsunami menurun dari 90 persen menjadi 60 persen. Kecepatan informasi peringatan dini tsunami dari 3 menit turun menjadi 5 menit atau lebih, dan jangkauan penyebarluasan informasi gempa bumi dan tsunami menurun 70 persen,” ujar Muslihhuddin.
BMKG Ajukan Dispensasi atas Pemotongan Anggaran
Meskipun BMKG mendukung kebijakan efisiensi anggaran yang diterapkan oleh Presiden Prabowo, badan ini juga tengah mengajukan dispensasi agar pemangkasan anggaran yang diberikan tidak mengganggu operasional vital mereka dalam mitigasi bencana.
Menurut Muslihhuddin, persoalan mitigasi bencana di Indonesia merupakan hal yang krusial dan tidak bisa diabaikan, mengingat hal ini berkaitan dengan keselamatan masyarakat. Ia menekankan perlunya dukungan anggaran yang cukup agar BMKG tetap dapat menjalankan tugasnya dengan optimal.
“Oleh karena itu, perlu adanya dukungan yang berfungsi secara maksimal dalam membangun masyarakat yang tahan bencana,” kata Muslihhuddin.
Pemotongan anggaran BMKG ini sesuai dengan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2025.
Dalam kebijakan tersebut, pemerintah menargetkan penghematan anggaran hingga total Rp306,69 triliun. Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani, efisiensi ini bertujuan untuk mengalokasikan anggaran ke program-program prioritas yang manfaatnya bisa langsung dirasakan oleh masyarakat.
“Presiden menyampaikan dalam instruksi untuk melakukan fokus anggaran agar makin efisien,” ujar Sri Mulyani dalam Konferensi Pers Hasil Rapat Berkala KSSK I 2025 di Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Jumat, 24 Januari 2025.
Anggaran yang berhasil dihemat melalui kebijakan ini kemudian akan dialokasikan ke berbagai program prioritas, salah satunya adalah Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang saat ini sedang berjalan dan ditargetkan menjangkau jutaan penerima manfaat di seluruh Indonesia.
Meski demikian, permohonan dispensasi BMKG ini menjadi perhatian publik. Keputusan akhir mengenai alokasi anggaran bagi BMKG masih dalam proses pembahasan lebih lanjut di tingkat pemerintah, dengan mempertimbangkan keseimbangan antara efisiensi anggaran dan kebutuhan dalam mitigasi bencana. (Tim Liputan).
Editor : Lan