Dr. Faisal: Gen Z Harus Tingkatkan Literasi agar Tidak Terjebak dalam FOBO dan Komparasi Sosial

Editor: Redaksi author photo

Dr. Faisal: Gen Z Harus Tingkatkan Literasi agar Tidak Terjebak dalam FOBO dan Komparasi Sosial

KALBARNEWS.CO.ID (JAKARTA) -
 Fenomena "Kabur Aja Dulu" tengah ramai diperbincangkan di media sosial dan menjadi perhatian banyak pihak di Tanah Air. Fenomena ini mencerminkan kecenderungan anak muda Indonesia, terutama Generasi Z, yang merasa kurang dihargai di pasar kerja domestik dan melihat peluang lebih baik di luar negeri. Banyak dari mereka yang menganggap bekerja atau bahkan menetap di luar negeri sebagai solusi atas berbagai tantangan yang mereka hadapi, baik di dunia kerja maupun dalam kehidupan sosial.


Dalam sebuah diskusi yang dibawakan oleh host kenamaan Tanah Air, Helmy Yahya, fenomena ini menjadi topik utama yang dibahas bersama Dr. Muhammad Faisal, seorang peneliti perilaku generasi muda dari biro riset Youth Laboratory Indonesia. Diskusi ini disiarkan dalam podcast Helmy Yahya Bicara pada Senin, 17 Februari 2025, di mana Helmy menanyakan sudut pandang Dr. Faisal mengenai fenomena "Kabur Aja Dulu" yang tengah berkembang di kalangan anak muda.


Menanggapi pertanyaan tersebut, Dr. Faisal menjelaskan bahwa banyak anak muda saat ini lebih memilih bekerja sesuai dengan passion mereka. Namun, ia juga menyoroti bahwa konsep passion sering kali disalahartikan sebagai sesuatu yang hanya berorientasi pada kenyamanan. Hal ini menyebabkan banyak generasi muda yang menghindari pekerjaan yang dianggap sulit atau tidak sesuai dengan keinginan mereka. Menurutnya, ada perbedaan mendasar antara mengejar passion dan sekadar mencari kenyamanan dalam bekerja.


Lebih lanjut, Dr. Faisal juga menyoroti pola pikir Generasi Z yang kerap dibayangi oleh fenomena Fear of Better Option (FOBO). FOBO merupakan kecenderungan seseorang untuk terus mencari pilihan yang dianggap lebih baik, sehingga sulit untuk berkomitmen terhadap sesuatu. Fenomena ini semakin diperparah oleh media sosial yang memperkuat komparasi sosial secara berlebihan. Melalui media sosial, anak muda terus-menerus disuguhi berbagai pencapaian orang lain, yang pada akhirnya membuat mereka merasa bahwa selalu ada pilihan yang lebih baik di luar sana.


Dr. Faisal menjelaskan bahwa FOBO bisa menjadi salah satu alasan utama mengapa banyak anak muda tergoda dengan konsep "Kabur Aja Dulu." Mereka melihat kehidupan di luar negeri sebagai alternatif yang lebih menjanjikan tanpa mempertimbangkan secara matang tantangan yang akan mereka hadapi di sana. Menurutnya, dalam menghadapi tantangan ini, penting bagi anak muda untuk belajar merasa cukup dengan apa yang mereka miliki dan tidak terus-menerus membandingkan diri dengan orang lain. Jika perasaan cukup ini tidak dikembangkan, mereka akan terus merasa gelisah dan tidak pernah merasa puas dengan pilihan yang mereka ambil.


Dalam diskusi ini, Helmy Yahya juga menanyakan solusi yang dapat diambil oleh anak muda agar tidak terjebak dalam fenomena "Kabur Aja Dulu" tanpa persiapan yang matang. Menanggapi hal tersebut, Dr. Faisal menekankan pentingnya meningkatkan literasi dan memahami sejarah perjuangan pemuda Indonesia. Ia mengajak anak muda untuk belajar dari generasi sebelumnya yang berhasil membangun Indonesia dengan segala keterbatasan yang ada.


Menurutnya, salah satu cara untuk membangun kembali keyakinan terhadap Indonesia adalah dengan membaca buku, berdiskusi, dan berimajinasi tentang masa depan bangsa. Dengan meningkatkan literasi, anak muda dapat melihat bahwa Indonesia adalah bangsa yang besar dengan potensi yang sangat luas. Ia meyakini bahwa ketika anak muda memiliki pemahaman yang kuat tentang sejarah dan potensi negaranya, mereka akan lebih mampu menghadapi tantangan di dalam negeri tanpa harus buru-buru mencari solusi dengan "kabur" ke luar negeri.


Dr. Faisal menutup pembahasannya dengan menekankan bahwa fenomena "Kabur Aja Dulu" sebenarnya bukan sesuatu yang sepenuhnya negatif, selama dilakukan dengan persiapan dan perencanaan yang matang. Namun, ia mengingatkan bahwa keputusan untuk meninggalkan negara seharusnya bukan sekadar pelarian dari kesulitan, melainkan sebuah langkah strategis yang diambil dengan pemikiran yang matang. Ia berharap generasi muda Indonesia dapat lebih kritis dalam melihat fenomena ini dan tetap berkontribusi untuk membangun bangsa, baik dari dalam maupun luar negeri. (Tim Liputan).

Editor : Lan

Share:
Komentar

Berita Terkini