Efisiensi Anggaran Pendidikan: Solusi atau Ancaman bagi Kualitas Pembelajaran?

Editor: Redaksi author photo

Efisiensi Anggaran Pendidikan: Solusi atau Ancaman bagi Kualitas Pembelajaran?

KALBARNEWS.CO.ID (JAKARTA) - 
Sejumlah anggaran pendidikan mengalami pemangkasan sebagai bagian dari efisiensi yang dilakukan oleh Presiden Prabowo Subianto. Kebijakan ini merupakan bagian dari langkah pemerintah dalam menata ulang anggaran negara guna memastikan efisiensi belanja negara. 


Setelah Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) terkena pemangkasan sebesar Rp8 triliun, kini giliran Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiksaintek) yang harus berhemat hingga Rp14 triliun. Pemangkasan ini merupakan dampak dari Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 yang mewajibkan efisiensi belanja APBN 2025 senilai Rp306,7 triliun.


Sebelumnya, Kemendikdasmen mendapatkan tambahan APBN sebesar Rp33,5 triliun. Namun, setelah pemangkasan sebesar 23,95% atau Rp8,03 triliun, anggaran yang tersisa hanya Rp25 triliun. Meskipun pemangkasan ini cukup signifikan, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu'ti, memastikan bahwa program-program strategis seperti Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Program Indonesia Pintar (PIP), dan tunjangan sertifikasi guru tidak akan terganggu. Namun, berbagai pos belanja terkena pemangkasan yang cukup besar, di antaranya:


  • Alat tulis kantor: -90%

  • Percetakan dan suvenir: -75,9%

  • Sewa gedung, kendaraan, peralatan: -73,3%

  • Perjalanan dinas: -53,9%

  • Infrastruktur: -34,3%

  • Bantuan pemerintah: -16,7%


Pemangkasan Anggaran Kemendiksaintek

Sementara itu, Kemendiksaintek yang sebelumnya memiliki pagu anggaran Rp56,6 triliun, kini harus mengalami pemangkasan sebesar Rp14,3 triliun. Beberapa program yang terdampak akibat kebijakan ini antara lain:


  • Tunjangan dosen non-PNS: turun Rp676 miliar

  • Beasiswa KIP Kuliah: turun Rp1,3 triliun

  • Program Sekolah Unggul Garuda: turun Rp1,2 triliun

  • Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN): turun Rp3 triliun


Kendati demikian, Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, Satryo Soemantri Brodjonegoro, memastikan bahwa anggaran untuk gaji dan tunjangan pegawai tetap utuh, sehingga tidak akan ada pemotongan gaji bagi tenaga pendidik di lingkungan pendidikan tinggi.


Dampak Pemangkasan Anggaran Pendidikan


Menurut Koordinator Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji, pemangkasan anggaran di sektor pendidikan ini sangat disayangkan mengingat banyaknya tantangan yang masih dihadapi sektor pendidikan di Indonesia. Ia menilai bahwa pengurangan anggaran ini dapat membawa dampak luas dan serius bagi masa depan bangsa.


Berikut lima dampak yang kemungkinan besar akan terjadi akibat pemangkasan anggaran pendidikan:

  1. Penurunan Kualitas Pendidikan Dengan berkurangnya dana, kualitas tenaga pendidik, fasilitas, dan akses terhadap sumber belajar dapat mengalami penurunan. Kurangnya anggaran untuk operasional sekolah dan universitas juga bisa mempengaruhi standar pembelajaran.

  2. Bertambahnya Angka Putus Sekolah Pemotongan anggaran beasiswa, seperti KIP Kuliah, bisa menyebabkan siswa dari keluarga kurang mampu kesulitan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

  3. Sulitnya Akses Pendidikan di Daerah Terpencil Minimnya anggaran dapat memperlambat pembangunan sekolah di daerah terpencil serta menghambat pemerataan pendidikan di seluruh wilayah Indonesia.

  4. Pemecatan Guru Honorer Secara Massal Jika pemotongan anggaran berdampak pada tunjangan guru, maka potensi pemecatan guru honorer secara massal bisa kembali terjadi, mengingat guru honorer sangat bergantung pada alokasi dana operasional pendidikan.

  5. Ketimpangan Pendidikan Pemotongan beasiswa dan subsidi akan memperlebar kesenjangan pendidikan antara siswa dari keluarga mampu dan kurang mampu. Siswa dari keluarga kaya akan tetap bisa mengakses pendidikan berkualitas, sementara mereka yang kurang mampu akan kesulitan.


Rekomendasi Kebijakan untuk Mengatasi Pemangkasan Anggaran Pendidikan. Dengan situasi ini, JPPI mendesak pemerintah untuk meninjau kembali kebijakan pemangkasan ini, mengingat pendidikan merupakan investasi jangka panjang bagi bangsa. Beberapa rekomendasi yang diajukan JPPI antara lain:


  • Menjaga mandatory spending minimal 20% dari APBN untuk pendidikan sebagaimana diamanatkan oleh UUD 1945 Pasal 31 Ayat 4.

  • Memastikan program pendidikan prioritas seperti BOS, PIP, dan beasiswa tetap berjalan tanpa gangguan.

  • Mengalokasikan anggaran pendidikan secara lebih efisien dan transparan, tanpa mengorbankan hak dasar pelajar dan tenaga pendidik.

  • Mengoptimalkan dana CSR dari perusahaan besar untuk menutupi kekurangan anggaran di sektor pendidikan.

  • Meningkatkan kolaborasi antara pemerintah, swasta, dan lembaga pendidikan untuk mencari sumber pendanaan alternatif.


Pemerintah diharapkan untuk melakukan dialog terbuka dengan akademisi, tenaga pendidik, dan organisasi masyarakat guna mencari solusi terbaik. Dalam kondisi saat ini, keberlanjutan pendidikan di Indonesia harus tetap menjadi prioritas utama. Tanpa investasi yang memadai dalam sektor pendidikan, sulit bagi Indonesia untuk mencapai target pembangunan sumber daya manusia yang unggul dan berdaya saing di tingkat global.


"Pendidikan adalah hak dasar setiap warga negara. Pemerintah harus lebih memperhatikan nasib anak-anak yang tidak sekolah, guru honorer yang belum sejahtera, serta biaya pendidikan yang semakin mahal," tegas Ubaid Matraji.


Dengan demikian, diharapkan ada dialog lebih lanjut antara pemerintah, akademisi, dan pemangku kepentingan pendidikan guna mencari solusi terbaik bagi masa depan pendidikan Indonesia. (Tim Liputan).

Editor : Lan

Share:
Komentar

Berita Terkini