![]() |
KH Miftakhul Akhyar: NU Miniatur Islam dengan Dakwah yang Santun dan Merangkul |
KALBARNEWS.CO.ID (PONTIANAK) – Ra'is 'Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Miftakhul Akhyar, menegaskan bahwa Nahdlatul Ulama (NU) merupakan miniatur Islam yang mengedepankan dakwah dengan pendekatan santun, merangkul, dan membina. Hal tersebut disampaikannya dalam acara Sarasehan Nasional dan Pembinaan Pegawai dalam rangka memperingati Hari Lahir ke-102 NU yang digelar di Gedung IAIN Pontianak.
Acara ini dihadiri oleh Rais Syuriah PWNU Kalimantan Barat KH Ismail Ghofur, Ketua PWNU Kalbar sekaligus Rektor IAIN Pontianak Prof. Dr. Syarif, MA, Kepala Kanwil Kemenag Kalbar Dr. H. Muhajirin Yanis, M.Pd, serta para pengurus PCNU se-Kalimantan Barat, pegawai ASN dan P3K di lingkungan IAIN Pontianak.
Dalam paparannya, KH Miftakhul Akhyar menekankan pentingnya dakwah yang tidak hanya bersifat mengajak tetapi juga memberi keteladanan. Ia mengingatkan bahwa NU selalu meneladani metode dakwah Wali Songo yang berhasil menyebarkan Islam di Nusantara tanpa kekerasan.
"Islam masuk ke Indonesia bukan dengan pedang, tetapi dengan dakwah yang santun, merangkul, dan penuh kasih sayang. Ini adalah warisan para Wali Songo yang harus terus kita pegang. Dakwah kita harus membina, bukan menghina. Mendidik, bukan menghardik. Mencintai, bukan membenci. Inilah prinsip NU dalam menjaga Islam sebagai rahmatan lil alamin," ujarnya.
NU dan Tantangan di Abad Kedua
KH Miftakhul Akhyar juga menyoroti peran NU yang semakin besar di tengah masyarakat. Berdasarkan hasil survei, jumlah warga yang mengidentifikasi dirinya sebagai bagian dari NU terus meningkat. Jika sebelumnya angka tersebut berkisar 59 persen dari total penduduk Indonesia, kini telah melewati angka 61 persen.
"Artinya, mayoritas umat Islam di Indonesia merasa dekat dengan NU, baik secara organisasi maupun secara tradisi keagamaannya. Ini tentu menjadi amanah besar bagi kita semua untuk terus menjaga dan memperkuat dakwah NU agar tetap berada di jalur Ahlussunnah wal Jamaah yang moderat," ungkapnya.
Namun, di tengah besarnya jumlah warga NU, KH Miftakhul Akhyar juga mengingatkan tentang berbagai tantangan yang harus dihadapi NU di abad kedua ini. Salah satunya adalah menghadapi kelompok-kelompok yang mencoba mengubah wajah Islam Indonesia dengan paham-paham ekstrem yang bertentangan dengan prinsip Islam moderat.
"Kita harus cerdas dalam menghadapi berbagai propaganda yang ingin memecah belah umat. Islam bukanlah agama yang keras dan penuh kebencian. NU hadir untuk menjaga keseimbangan dengan prinsip tawasuth (moderat), tasamuh (toleran), tawazun (seimbang), dan i'tidal (adil). Jangan sampai kita terpengaruh oleh paham-paham yang menyimpang dari ajaran Ahlussunnah wal Jamaah," tegasnya.
Sinergi Antara NU dan Institusi Pendidikan
Dalam kesempatan tersebut, KH Miftakhul Akhyar juga mengapresiasi keberadaan IAIN Pontianak sebagai pusat pendidikan yang berkontribusi dalam mencetak generasi Islam yang berilmu dan berakhlak. Ia menilai bahwa sinergi antara NU dan dunia akademik sangat penting dalam menjaga keberlanjutan tradisi intelektual Islam.
"Perpaduan antara NU dan IAIN Pontianak ini sangat baik. IAIN sebagai pusat pendidikan memiliki peran dalam mencerdaskan umat, sementara NU bertugas untuk menjaga nilai-nilai kebenaran dalam ajaran Islam. Dengan sinergi ini, kita bisa membangun generasi yang cerdas dan memiliki akidah yang kuat," katanya.
Ia juga mengingatkan bahwa para akademisi dan santri harus terus mengembangkan keilmuan mereka agar mampu menghadapi berbagai tantangan zaman. Menurutnya, ilmu agama dan ilmu pengetahuan harus berjalan beriringan.
"Jangan sampai kita hanya mengandalkan ilmu dunia tanpa memahami agama, atau sebaliknya, hanya memahami agama tetapi tidak menguasai ilmu dunia. Keduanya harus seimbang agar kita bisa menjadi umat yang unggul," tambahnya.
Doa untuk Keberkahan dan Kemajuan NU
Di akhir sesi, KH Miftakhul Akhyar mengajak seluruh peserta untuk berdoa bersama agar NU terus berkembang dan semakin matang dalam menjalankan perannya sebagai penjaga Islam moderat di Indonesia.
"NU telah melalui perjalanan panjang selama 102 tahun. Kini kita memasuki abad kedua, yang tentu akan penuh dengan tantangan baru. Mari kita terus menjaga persatuan, memperkuat dakwah, dan berkontribusi untuk bangsa dan agama dengan sebaik-baiknya," pungkasnya.
Dengan bertambahnya usia NU, ia berharap organisasi ini semakin mampu menjawab kebutuhan umat dan menjadi benteng Islam yang damai dan toleran di Indonesia. (Tim Liputan)
Editor : Aan