Makan Bergizi Gratis vs Pendidikan Gratis: Polemik dan Tantangan Pemerataan di Indonesia

Editor: Redaksi author photo

Makan Bergizi Gratis vs Pendidikan Gratis: Polemik dan Tantangan Pemerataan di Indonesia

KALBARNEWS.CO.ID (PAPUA) - 
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang telah dimulai sejak 6 Januari 2025 terus mengalami perkembangan dalam upaya pemerataan penerima manfaat di seluruh Indonesia. Program ini merupakan inisiatif Presiden Prabowo Subianto yang bertujuan untuk memastikan bahwa setiap warga negara, terutama kelompok rentan, mendapatkan asupan gizi yang cukup.


Namun, di tengah upaya pemerataan tersebut, program MBG menuai penolakan di beberapa wilayah di Tanah Papua. Penolakan ini sebagian besar muncul dalam bentuk aksi unjuk rasa yang dilakukan oleh para pelajar. Dalam tuntutan yang mereka suarakan, mereka menegaskan bahwa yang lebih dibutuhkan bukanlah program makan bergizi, melainkan pendidikan gratis yang lebih merata dan berkualitas.


 

Sebagai lembaga yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan program ini, Badan Gizi Nasional (BGN) menanggapi penolakan yang terjadi dengan sikap menghormati keputusan masyarakat. Kepala BGN, Dadan Hindayana, menyatakan bahwa penolakan dari sebagian masyarakat adalah hak mereka sebagai penerima manfaat.


"Kalau yang menerima hak itu tidak mau menerima, ya kami hormati," ujar Dadan dalam konferensi pers usai menghadiri Agrinnovation Conference dan Rakernas Pemuda Tani di JCC Senayan pada Sabtu, 22 Maret 2025.


Dadan juga menegaskan bahwa program MBG memang diperuntukkan bagi seluruh masyarakat Indonesia yang memenuhi syarat sebagai penerima manfaat. Ia menjelaskan bahwa BGN telah menetapkan target penerima manfaat sebanyak 82,9 juta orang, mencakup berbagai kalangan, termasuk masyarakat miskin, ibu hamil, ibu menyusui, anak balita, serta pelajar dari sekolah negeri maupun swasta.


"Kaya, miskin, ibu hamil, menyusui, anak balita, negeri, swasta, itu adalah hak yang akan kami berikan dari pemerintah kepada penerima hak. Karena setiap anak berhak mendapatkan gizi yang seimbang," tambahnya.

 

Menanggapi aksi unjuk rasa yang dilakukan oleh para pelajar di Papua, Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi, mengatakan bahwa demonstrasi merupakan bagian dari kebebasan berpendapat yang dijamin dalam sistem demokrasi.


"Gini, kalau masyarakat mau berunjuk rasa dan menyampaikan pendapat, silakan, tapi jangan sampai melakukan kekerasan," ujar Hasan dalam pernyataannya kepada media di Kompleks Istana, Jakarta, pada Senin, 17 Februari 2025.


Hasan juga menegaskan bahwa meskipun ada sebagian kelompok yang menolak, banyak pula masyarakat yang masih sangat membutuhkan program MBG. Oleh karena itu, ia meminta agar aksi penolakan ini tidak sampai menghalangi mereka yang tetap ingin menerima manfaat dari program ini.


"Jangan sampai menghalangi hak saudara dan teman-teman mereka mendapatkan Makan Bergizi Gratis," katanya.


"Kalau ada yang bilang mereka nggak perlu, mereka bisa sampaikan hal itu, bisa bilang 'Kami nggak usah dikasih,' nggak apa-apa. Tapi jangan sampai berunjuk rasa untuk membatalkan dan menolak, karena itu bisa menghalangi hak-hak saudara-saudara yang lain," tegasnya.


Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka juga turut merespons polemik yang terjadi di Papua terkait penolakan MBG. Saat melakukan kunjungan ke SMAN 13 Jakarta Utara pada Selasa, 18 Februari 2025, Gibran menegaskan bahwa baik MBG maupun pendidikan adalah dua hal yang sama pentingnya.


"Sekali lagi, Makan Bergizi Gratis penting," ujar Gibran. "Pendidikan gratis penting, kesehatan gratis penting, semua penting," imbuhnya.


Ia menyampaikan bahwa pemerintah terus berupaya meningkatkan kualitas pendidikan nasional sambil tetap menjalankan program-program kesejahteraan lainnya, termasuk MBG, yang bertujuan untuk memastikan anak-anak mendapatkan nutrisi yang cukup agar dapat belajar dengan optimal.


Untuk tahap awal, program MBG ditargetkan akan memberikan manfaat kepada 3 juta penerima pada periode Januari hingga April 2025. Target ini kemudian ditingkatkan menjadi 6 juta penerima manfaat pada periode April hingga Agustus 2025. Hingga akhir tahun 2025, program ini ditargetkan akan menjangkau total 15 juta penerima manfaat.


Untuk mendukung keberlanjutan program ini, Badan Gizi Nasional awalnya mendapatkan anggaran sebesar Rp71 triliun. Namun, seiring dengan kebijakan efisiensi anggaran yang diterapkan oleh pemerintah, anggaran tersebut mengalami pemotongan sebesar 0,28 persen atau sekitar Rp200,2 miliar.


"Anggaran yang awalnya Rp71 triliun kemudian berkurang Rp200,2 miliar," kata Dadan usai Rapat Kerja dengan Komisi IX DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, pada Rabu, 12 Februari 2025.


Meskipun ada pemotongan anggaran, Dadan memastikan bahwa program MBG tetap akan berjalan sesuai rencana tanpa adanya pengurangan penerima manfaat.


Sebelumnya, sempat muncul wacana tambahan anggaran sebesar Rp100 triliun untuk mempercepat pencapaian target penerima manfaat hingga 89 juta orang. Presiden Prabowo dikabarkan telah meminta BGN untuk menghitung dana tambahan yang diperlukan untuk percepatan program ini.


"Jadi Pak Presiden bertanya ke kami, kalau diajukan percepatan, berapa dana yang dibutuhkan? Kami jawab Rp100 triliun," ungkap Dadan dalam pernyataannya pada Sabtu, 25 Januari 2025, usai Rampinas PIRA.


Namun, hingga saat ini, belum ada kepastian mengenai tambahan anggaran tersebut. Pemerintah masih melakukan kajian lebih lanjut untuk memastikan keberlanjutan program MBG tanpa mengganggu stabilitas anggaran negara.


Dengan berbagai tantangan dan dinamika yang terjadi, program Makan Bergizi Gratis tetap menjadi salah satu prioritas pemerintah dalam rangka meningkatkan kualitas hidup masyarakat, terutama dalam aspek pemenuhan gizi yang seimbang bagi kelompok rentan. (Tim Liputan).

Editor : Lan

Share:
Komentar

Berita Terkini