Pemerintah Jamin UKT Tidak Naik Meski Ada Pemangkasan Anggaran Pendidikan

Editor: Redaksi author photo

Pemerintah Jamin UKT Tidak Naik Meski Ada Pemangkasan Anggaran Pendidikan

KALBARNEWS.CO.ID (JAKARTA) - 
 Adanya efisiensi di berbagai instansi membuat dunia pendidikan di Indonesia dinilai mengkhawatirkan. Kebijakan efisiensi anggaran di Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek) menuai berbagai tanggapan dari masyarakat dan pemangku kepentingan pendidikan, terutama terkait dampaknya terhadap biaya pendidikan tinggi.


Namun, Menteri Keuangan Sri Mulyani menegaskan bahwa kebijakan efisiensi anggaran ini tidak boleh berdampak pada kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) di perguruan tinggi. Pemerintah berkomitmen untuk memastikan bahwa efisiensi yang diterapkan tidak menghambat layanan akademik dan pengabdian perguruan tinggi kepada masyarakat.


"Terkait bantuan operasional pendidikan perguruan tinggi. Karena kriteria efisiensi Kementerian Lembaga yang kita lakukan menyangkut kriteria-kriteria aktivitas yaitu perjalanan dinas, seminar, ATK, peringatan dan perayaan serta kegiatan seremonial lainnya, maka perguruan tinggi akan terdampak pada item belajar tersebut," ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers di Kompleks Parlemen RI, Jumat 14 Februari 2025.


Meskipun ada beberapa penyesuaian dalam anggaran perguruan tinggi, Sri Mulyani menegaskan bahwa kebijakan efisiensi ini tidak boleh mempengaruhi keputusan terkait UKT.


"Langkah ini tidak boleh, saya ulangi, tidak boleh mempengaruhi keputusan perguruan tinggi mengenai UKT yang dalam hal ini baru akan dilakukan untuk tahun ajaran baru tahun 2025-2026 yaitu nanti pada bulan Juni atau Juli," tegasnya.


Ia juga menambahkan bahwa pemerintah akan terus meneliti secara mendetail anggaran operasional perguruan tinggi agar tetap berjalan optimal dan tidak terganggu oleh efisiensi yang dilakukan. Hal ini bertujuan agar perguruan tinggi tetap dapat menjalankan tugasnya dalam mendidik mahasiswa serta memberikan layanan kepada masyarakat sesuai mandat yang diemban.


"Pemerintah akan terus meneliti secara detail anggaran operasional perguruan tinggi untuk tidak terdampak sehingga tetap dapat menyelenggarakan tugas pendidikan tinggi dan pelayanan masyarakat sesuai amanat perguruan tinggi," lanjutnya.


Sebelumnya, Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, Satryo Soemantri Brodjonegoro, menjelaskan bahwa program Bantuan Operasional Perguruan Tinggi (BOPTN) juga terkena efisiensi anggaran. Dalam Rancangan Perubahan Anggaran Kemendiktisaintek 2025 yang dipaparkan di hadapan Komisi X DPR RI, diketahui bahwa pagu awal program tersebut sebesar Rp6,018 triliun, namun terkena efisiensi sebesar Rp3 triliun.


Satryo mengungkapkan bahwa pengurangan anggaran ini dapat berdampak pada kenaikan UKT di perguruan tinggi. "Karena kalau BOPTN ini dipotong separuh, maka ada kemungkinan perguruan tinggi harus menaikkan uang kuliah," kata Satryo dalam rapat dengan Komisi X DPR RI di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu 12 Februari 2025.


Selain BOPTN, program bantuan untuk Perguruan Tinggi Swasta (PTS) yang awalnya dianggarkan Rp365,3 miliar juga mengalami pemangkasan sebesar 50 persen. Begitu pula dengan Program Bantuan Pendanaan Perguruan Tinggi Badan Hukum (BPPTNBH) yang memiliki pagu awal Rp2,37 triliun, yang juga terkena pemotongan 50 persen.


Satryo menyatakan bahwa pihaknya sedang mencari solusi agar efisiensi anggaran ini tidak berdampak langsung kepada mahasiswa dan masyarakat.


"Ini kami mencoba untuk mengurangi potongan tersebut sehingga kami usulkan efisiensi yang dilakukan semula Rp1,185 triliun menjadi Rp711,081 miliar, 30 persen dari 50 persen yang semula. Kita ikuti potongan meski tidak sebesar yang mereka lakukan, kalau besar potongannya, PTNBH terpaksa naikkan sebagian uang mahasiswa," jelasnya.


Satryo juga berharap agar Komisi X DPR RI dapat membantu mengurangi besaran efisiensi anggaran yang direncanakan terhadap Kemendiktisaintek. Dari total pagu anggaran sebesar Rp56,6 triliun untuk 2025, kementeriannya semula diproyeksikan mengalami pemotongan hingga Rp14,3 triliun. Namun, ia mengusulkan agar efisiensi hanya sebesar Rp 6,78 triliun.


"Dengan posisi ini saya berharap bapak ibu Komisi X bisa memperjuangkan supaya pemotongan tidak Rp14,3 triliun tetapi menjadi hanya Rp6,78 triliun," tutupnya.


Dengan berbagai diskusi dan negosiasi yang masih berlangsung, harapan besar tertuju pada keputusan akhir yang tetap memperhatikan kesejahteraan mahasiswa dan kelangsungan pendidikan tinggi di Indonesia. Pemerintah dan DPR diharapkan mampu menemukan solusi terbaik agar perguruan tinggi dapat tetap memberikan pendidikan berkualitas tanpa membebani mahasiswa dengan kenaikan UKT yang signifikan. (Tim Liputan).

Editor : Lan 

Share:
Komentar

Berita Terkini