Pemerintah Pangkas Anggaran BMKG, Jangkauan Informasi Bencana Berkurang

Editor: Redaksi author photo

Pemerintah Pangkas Anggaran BMKG, Jangkauan Informasi Bencana Berkurang

KALBARNEWS.CO.ID (JAKARTA) - 
Kebijakan ini sesuai dengan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2025. Tujuan dari kebijakan ini adalah untuk menghemat anggaran negara sebesar Rp306,69 triliun.


Salah satu lembaga yang terkena dampak pemotongan anggaran ini adalah Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). BMKG mengalami pemangkasan anggaran sebesar Rp1,423 triliun dari anggaran awal yang dialokasikan sebesar Rp2,826 triliun. Dengan demikian, BMKG hanya menerima Rp1,403 triliun setelah pemangkasan, atau sekitar 50,35 persen dari anggaran semula.


Pemotongan anggaran dalam jumlah besar ini memunculkan kekhawatiran akan dampak terhadap layanan BMKG, terutama dalam penyediaan informasi cuaca, iklim, dan peringatan dini gempa bumi serta tsunami.


Salah satu yang paling terdampak adalah pemeliharaan Alat Operasional Utama (Aloptama), yang mengalami pengurangan anggaran hingga 71 persen. Aloptama ini mencakup peralatan sensor dan sistem pemantauan yang digunakan untuk mendeteksi aktivitas seismik dan kondisi cuaca.


BMKG saat ini mengoperasikan sekitar 600 sensor untuk memantau gempa bumi dan tsunami di seluruh Indonesia. Namun, banyak dari alat-alat ini sudah melewati batas usia pakai dan membutuhkan perawatan rutin agar tetap berfungsi optimal. Dengan pemangkasan anggaran, dikhawatirkan pemeliharaan peralatan ini tidak dapat dilakukan dengan maksimal.


Kepala Biro Hukum, Humas, dan Kerja Sama BMKG, Muslihhuddin, menyatakan bahwa pemotongan anggaran ini bisa berdampak pada ketepatan dan kecepatan informasi yang diberikan kepada masyarakat.


"Ketepatan akurasi informasi cuaca, iklim, gempa bumi, dan tsunami menurun dari 90 persen menjadi 60 persen," ujar Muslihhuddin pada Senin, 10 Februari 2025.


Selain itu, kecepatan penyampaian informasi peringatan dini tsunami juga mengalami penurunan signifikan. Jika sebelumnya BMKG mampu memberikan peringatan dini dalam waktu 3 menit setelah gempa terjadi, kini waktu tersebut bisa meningkat menjadi 5 menit atau lebih. Selain itu, jangkauan penyebarluasan informasi gempa bumi dan tsunami juga berkurang hingga 70 persen.


Pada Rabu, 12 Februari 2025, Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menghadiri Rapat Kerja bersama Komisi V DPR RI untuk membahas alokasi dana BMKG pasca-efisiensi anggaran.


Salah satu hal yang dibahas dalam rapat tersebut adalah pengelolaan gempa bumi dan tsunami, yang termasuk dalam program layanan operasional Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (MKG). Sebelum pemangkasan, program ini memiliki anggaran sebesar Rp1,5 triliun, tetapi setelah pemangkasan, hanya tersisa Rp372 miliar.


Namun, Dwikorita menegaskan bahwa anggaran untuk pengelolaan gempa bumi dan tsunami tetap dipertahankan sebesar Rp41,9 miliar. Dana ini juga mencakup kegiatan sekolah lapang gempa bumi yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana alam.


“Poin pengelolaan gempa bumi dan tsunami yang Rp41,9 miliar tetap dipertahankan, termasuk kegiatan sekolah lapang gempa bumi,” kata Dwikorita dalam rapat tersebut.


Meskipun terjadi pemotongan anggaran, BMKG memastikan bahwa operasional mereka tetap berjalan selama 24 jam sehari dan 7 hari dalam seminggu untuk memberikan layanan informasi kepada masyarakat.


Untuk menjamin keberlanjutan operasional tersebut, BMKG mengalokasikan Rp120 miliar untuk pengelolaan jaringan komunikasi. Anggaran ini sangat penting agar BMKG tetap dapat menyebarluaskan informasi cuaca, iklim, dan bencana secara cepat dan akurat.


“Anggaran tersebut bertujuan untuk menjamin keberlanjutan operasional BMKG selama 24 jam nonstop dalam 7 hari seminggu atau 365 hari dalam setahun,” ujar Dwikorita.


Menanggapi kekhawatiran publik terhadap pemotongan anggaran, pemerintah menegaskan bahwa efisiensi belanja negara tidak akan mengganggu layanan publik yang vital.


Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi, menyatakan bahwa kebijakan efisiensi yang diterapkan oleh Presiden Prabowo bertujuan untuk mengurangi pengeluaran yang tidak perlu tanpa mengorbankan layanan penting bagi masyarakat.


“Efisiensi yang sesuai arahan Presiden Prabowo adalah menghilangkan lemak-lemak dalam belanja APBN kita, tapi tidak mengurangi otot,” ujar Hasan Nasbi pada Selasa, 11 Februari 2025.


Dia juga menambahkan bahwa ada empat kriteria yang tidak akan terkena efisiensi, yaitu:

  1. Gaji pegawai
  2. Layanan dasar prioritas pegawai
  3. Layanan publik
  4. Bantuan sosial


Meskipun demikian, masih ada kekhawatiran bahwa pemotongan anggaran yang besar ini akan tetap memengaruhi kualitas layanan BMKG, terutama dalam hal penyampaian peringatan dini bencana alam.


Dengan pemangkasan anggaran hingga lebih dari 50 persen, BMKG dihadapkan pada tantangan besar untuk tetap menjaga kualitas layanan mereka. Masyarakat berharap agar pemerintah dapat menemukan solusi terbaik untuk memastikan bahwa informasi cuaca dan peringatan dini tetap dapat diakses dengan cepat dan akurat. (TimLiputan).

Editor : Lan

Share:
Komentar

Berita Terkini