Pemotongan Anggaran BMKG dan Dampaknya terhadap Mitigasi Bencana
KALBARNEWS.CO.ID (JAKARTA) - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menjadi salah satu instansi pemerintah yang mengalami pemotongan anggaran signifikan dalam kebijakan efisiensi belanja negara. Pemotongan ini mencapai Rp1,423 triliun atau sekitar 50,35 persen dari total anggaran awal yang sebelumnya dialokasikan sebesar Rp2,826 triliun. Dampak pemangkasan anggaran ini tidak hanya dirasakan dalam operasional BMKG tetapi juga dalam sistem mitigasi bencana nasional.
Salah satu dampak terbesar dari pengurangan anggaran ini adalah menurunnya pemeliharaan Alat Operasional Utama (Aloptama), yang mencapai 71 persen dari anggaran sebelumnya. Dengan pengurangan drastis dalam perawatan peralatan, efektivitas sistem deteksi dini untuk cuaca, iklim, kualitas udara, gempa bumi, dan tsunami berpotensi mengalami penurunan.
Saat ini, BMKG mengoperasikan sekitar 600 sensor yang bertugas mendeteksi aktivitas seismik dan tsunami di seluruh Indonesia. Sebagian besar alat-alat ini telah melampaui masa kelayakan penggunaan, sehingga memerlukan perawatan intensif agar tetap berfungsi secara optimal.
Dampak pemotongan anggaran ini juga mencakup keterlambatan dalam penyebaran informasi peringatan dini. Kepala Biro Hukum, Humas, dan Kerja Sama BMKG, Muslihhuddin, menjelaskan bahwa akurasi informasi cuaca, iklim, gempa bumi, dan tsunami yang sebelumnya mencapai 90 persen dapat menurun hingga 60 persen. Selain itu, kecepatan informasi peringatan dini tsunami yang saat ini dapat disampaikan dalam waktu 3 menit, berpotensi meningkat menjadi 5 menit atau lebih.
Jangkauan penyebarluasan informasi gempa bumi dan tsunami pun diperkirakan menurun hingga 70 persen, yang berarti masyarakat di daerah rawan bencana mungkin akan lebih lama mendapatkan peringatan dini, meningkatkan risiko jatuhnya korban jiwa dan kerugian yang lebih besar.
Dalam jangka panjang, pemangkasan anggaran ini dapat berdampak luas pada berbagai sektor. Transportasi udara dan laut, yang sangat bergantung pada data cuaca dari BMKG, akan mengalami gangguan dalam perencanaan dan operasional.
Keselamatan penerbangan dan pelayaran, yang selama ini ditunjang oleh prediksi cuaca yang akurat, berpotensi menurun. Selain itu, ketahanan pangan, energi, dan air juga bisa terdampak karena banyak aspek pembangunan nasional yang membutuhkan data iklim dan mitigasi bencana dari BMKG.
Lebih jauh lagi, BMKG juga memainkan peran penting dalam memberikan informasi peringatan dini tsunami untuk wilayah Samudera Hindia dan negara-negara ASEAN. Dengan keterbatasan anggaran, layanan ini bisa terganggu, yang bukan hanya berpengaruh pada Indonesia tetapi juga pada negara-negara tetangga yang mengandalkan data dari BMKG dalam sistem mitigasi bencana mereka.
Meskipun BMKG menyatakan mendukung kebijakan efisiensi anggaran yang diterapkan Presiden Prabowo, instansi ini tetap mengajukan permohonan dispensasi agar pemotongan anggaran tidak mengganggu tugas vitalnya dalam mitigasi bencana. Muslihhuddin menegaskan bahwa mitigasi bencana adalah prioritas nasional yang harus mendapat dukungan penuh dari pemerintah, mengingat Indonesia merupakan negara yang rawan bencana alam seperti gempa bumi, tsunami, dan cuaca ekstrem.
Pemotongan anggaran BMKG merupakan bagian dari kebijakan efisiensi yang ditetapkan melalui Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2025. Total penghematan dari kebijakan ini mencapai Rp306,69 triliun, yang sebagian besar dialokasikan untuk mendukung program prioritas pemerintah, termasuk program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan dalam Konferensi Pers Hasil Rapat Berkala KSSK I 2025 bahwa Presiden Prabowo menekankan pentingnya efisiensi anggaran untuk memastikan dana negara digunakan pada sektor-sektor yang dirasakan langsung manfaatnya oleh masyarakat. Salah satu program yang didukung oleh penghematan anggaran ini adalah MBG, yang bertujuan untuk meningkatkan gizi anak-anak Indonesia sebagai bagian dari upaya pembangunan sumber daya manusia yang lebih sehat dan produktif.
Kendati kebijakan penghematan ini bertujuan untuk mengoptimalkan penggunaan anggaran negara, pemangkasan pada instansi yang berperan penting dalam mitigasi bencana seperti BMKG menimbulkan kekhawatiran tersendiri. Dengan wilayah Indonesia yang rentan terhadap bencana alam, efisiensi anggaran di sektor ini perlu dipertimbangkan dengan matang agar tidak mengorbankan keselamatan rakyat. Upaya mitigasi bencana harus tetap menjadi prioritas dalam alokasi anggaran negara, demi melindungi jutaan nyawa dari potensi bencana yang setiap saat bisa terjadi. (Tim Liputan).
Editor : Lan