Skandal Minyak Mentah: Dugaan Penyimpangan Pertamina dan KKKS di Tengah Impor-Ekspor Bermasalah
KALBARNEWS.CO.ID (JAKARTA) - Kejaksaan Agung (Kejagung) melakukan penggeledahan di kantor Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Ditjen Migas) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada Senin, 10 Februari 2025.
Penggeledahan ini berkaitan dengan kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina (Persero), termasuk sub-holding dan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) pada periode 2018-2023.
Kapuspenkum Kejagung RI, Harli Siregar, menyatakan bahwa kasus ini bermula dari adanya dugaan penyimpangan terhadap Peraturan Menteri ESDM Nomor 42 Tahun 2018 tentang prioritas pemanfaatan minyak bumi untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri. Aturan ini mewajibkan PT Pertamina mencari minyak yang diproduksi dalam negeri melalui kontrak kerja sama dengan KKKS swasta sebelum melakukan impor. Namun, dalam praktiknya, kewajiban tersebut tidak dijalankan sebagaimana mestinya.
Menurut Harli, jika PT Pertamina menolak penawaran minyak dari KKKS swasta, maka penolakan itu bisa menjadi dasar untuk mengajukan rekomendasi ekspor minyak mentah. Namun, dalam penyelidikan Kejagung, ditemukan bahwa Pertamina lebih memilih untuk mengimpor minyak mentah, sementara KKKS swasta justru mengekspor minyak yang seharusnya dapat digunakan untuk kebutuhan dalam negeri.
Dalam pelaksanaan aturan ini, Harli menjelaskan bahwa KKKS swasta dan PT Pertamina, melalui sub-holding Integrated Supply Chain (ISC) atau PT Kilang Pertamina Internasional (PT KPI), diduga berupaya menghindari kesepakatan dalam penawaran minyak mentah domestik. Upaya tersebut dilakukan dengan berbagai cara, yang menurut Kejagung dapat dikategorikan sebagai unsur perbuatan melawan hukum.
“Jadi, mulai di situ nanti ada unsur perbuatan melawan hukumnya. Minyak mentah dan kondensat bagian negara (MMKBN) yang seharusnya digunakan untuk kebutuhan kilang dalam negeri malah diekspor dengan alasan pandemi COVID-19, yang mengakibatkan pengurangan kapasitas intake produksi kilang,” ujar Harli dalam keterangannya di kantor Kejagung, Jakarta Selatan.
Alih-alih menggunakan minyak mentah dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan kilang, PT Pertamina justru melakukan impor minyak dari luar negeri. Sementara itu, KKKS swasta mengekspor minyak mentah yang seharusnya bisa digunakan untuk kebutuhan domestik.
Dalam penggeledahan yang dilakukan di kantor Ditjen Migas Kementerian ESDM, penyidik Kejagung menyasar tiga ruangan penting, yakni ruangan Direktur Pembinaan Usaha Hulu, ruangan Direktur Pembinaan Usaha Hilir, dan ruangan Sekretaris Direktorat Jenderal Migas.
Dari hasil penggeledahan tersebut, penyidik menemukan berbagai barang bukti yang diduga berkaitan dengan kasus ini. Barang bukti yang disita antara lain 15 unit ponsel, 5 dus berisi dokumen terkait tata kelola minyak mentah, 1 unit laptop, dan berbagai soft file yang masih kosong atau belum terisi (empty soft file).
Menurut Harli, temuan tersebut masih dalam tahap analisis dan akan ditelusuri lebih lanjut dalam proses penyidikan.
Kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah ini berpotensi merugikan negara dalam jumlah besar. Dengan adanya ekspor minyak mentah yang seharusnya dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan kilang dalam negeri, pemerintah terpaksa menggantinya dengan minyak impor.
Praktik ini memperburuk defisit neraca perdagangan minyak dan gas Indonesia serta meningkatkan ketergantungan negara terhadap impor energi. Selain itu, kebijakan ini bertolak belakang dengan semangat kemandirian energi yang selama ini didorong oleh pemerintah.
Dugaan penyimpangan ini juga berpotensi menyebabkan harga bahan bakar minyak (BBM) di dalam negeri menjadi lebih tinggi. Hal ini dikarenakan impor minyak mentah umumnya lebih mahal dibandingkan dengan penggunaan minyak mentah domestik.
Selain itu, kondisi ini juga berdampak pada kebijakan subsidi BBM yang membebani anggaran negara. Jika minyak mentah dalam negeri dikelola dengan optimal dan efisien, kebutuhan impor bisa dikurangi, sehingga subsidi energi tidak membengkak.
Harli menegaskan bahwa penggeledahan ini masih dalam tahap penyidikan umum. Kejagung akan terus mengembangkan kasus ini dengan mengumpulkan bukti tambahan serta mendalami keterlibatan berbagai pihak yang terkait.
Langkah penyidikan ini diharapkan bisa membuka lebih banyak fakta mengenai modus operandi yang dilakukan oleh pihak-pihak terkait dalam pengelolaan minyak mentah nasional.
“Penggeledahan ini merupakan salah satu langkah yang dilakukan oleh penyidik dalam rangka membuat terang kasus ini,” kata Harli.
Pihak Kejagung juga akan memanggil sejumlah saksi dari berbagai pihak, termasuk pejabat di Kementerian ESDM dan PT Pertamina, untuk dimintai keterangan lebih lanjut. Jika ditemukan bukti kuat, bukan tidak mungkin kasus ini akan berkembang hingga ke tingkat penetapan tersangka.
Dengan adanya penyelidikan lebih lanjut, publik berharap kasus ini bisa diungkap secara transparan, dan jika terbukti ada unsur korupsi, maka para pelakunya bisa segera diproses secara hukum sesuai dengan aturan yang berlaku. (Tim Liputan).
Editor : Lan