Validitas, Akurasi, dan Legalitas: Prinsip Utama dalam Penerbitan Ijazah Sesuai Permendikbudristek 58/2024
KALBARNEWS.CO.ID (JAKARTA) - Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2024 tentang Ijazah Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah, penerbitan ijazah harus memenuhi tiga prinsip utama, yaitu validitas, akurasi, dan legalitas. Ketiga prinsip ini bertujuan untuk memastikan bahwa ijazah yang diterbitkan memiliki keabsahan hukum yang kuat, meminimalkan risiko kesalahan administrasi, serta menjaga kualitas data pendidikan secara nasional.
Namun, setiap tahunnya masih terdapat kendala dalam pelaksanaannya karena sistem penerbitan ijazah terus diperbaiki. Beberapa tantangan yang dihadapi antara lain keterlambatan distribusi, risiko pemalsuan, serta kesalahan dalam pengisian data yang berpotensi menghambat peserta didik dalam melanjutkan pendidikan atau memasuki dunia kerja.
Sebagai respons terhadap tantangan tersebut, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) terus mendorong transformasi digital, salah satunya dengan penerapan ijazah elektronik. Langkah ini diambil untuk meningkatkan efisiensi administrasi, keamanan dokumen, serta memastikan bahwa peserta didik menerima ijazah yang sah sesuai standar terbaru.
“Inisiatif yang sedang dikembangkan adalah penerapan ijazah elektronik, yaitu digitalisasi ijazah untuk meningkatkan efisiensi, keamanan, dan kemudahan akses bagi penerima ijazah,” ujar Direktur Sekolah Menengah Atas, Winner Jihad Akbar, dalam Sosialisasi Ijazah SMA Tahun Ajaran 2024/2025 yang berlangsung pada Rabu, 5 Februari 2025 lalu yang disiarkan melalui YouTube Direktorat SMA.
Winner Jihad Akbar juga menyampaikan bahwa digitalisasi ijazah bertujuan untuk mempercepat proses penerbitan dan distribusi dokumen kelulusan serta mengurangi risiko pemalsuan. Menurutnya, langkah ini memberikan otonomi lebih kepada sekolah dalam penerbitan ijazah, dengan harapan dapat meningkatkan efisiensi dan akurasi distribusinya. Namun, hanya satuan pendidikan yang telah terakreditasi yang berhak menerbitkan ijazah secara mandiri.
“Melalui digitalisasi ini, diharapkan proses penerbitan dan distribusi dokumen kelulusan menjadi lebih cepat, akurat, serta mengurangi risiko pemalsuan. Namun, sekolah yang belum terakreditasi tidak memiliki wewenang tersebut,” jelasnya.
Sementara itu, Penyusun Materi Hukum dan Perundang-undangan, Xarisman Wijaya Simanjuntak, menyoroti perubahan signifikan dalam regulasi penerbitan ijazah dengan hadirnya Permendikbudristek Nomor 58 Tahun 2024.
“Sebelumnya, Permendikbud Nomor 14 Tahun 2017 belum secara eksplisit mengatur prinsip umum penerbitan ijazah,” tutur Xarisman.
“Namun, regulasi terbaru ini telah menetapkan tiga prinsip utama, yaitu validitas, akurasi, dan legalitas. Prinsip-prinsip ini memastikan bahwa ijazah yang diterbitkan memiliki keabsahan hukum yang kuat serta meminimalkan risiko kesalahan administrasi,” tambahnya.
Pada kesempatan yang sama, Koordinator Data Pendidikan, Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kemendikdasmen, L. Manik Mustikohendro, menekankan pentingnya pembangunan data induk ijazah sebagai bagian dari data induk pendidikan. Ia menegaskan bahwa data induk ijazah harus dikelola dengan mekanisme yang terstruktur dan terintegrasi untuk memastikan keakuratan serta validitas dokumen kelulusan.
“Data induk ijazah merupakan subset dari data induk pendidikan, sehingga perlu strategi yang jelas dalam pengelolaannya. Salah satu poin krusial adalah membangun mekanisme tata kelola data induk ijazah yang terstruktur dan terintegrasi, sehingga dapat memastikan keakuratan serta validitas dokumen kelulusan,” paparnya.
Ia juga menambahkan bahwa strategi ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi administrasi dan meminimalkan potensi kesalahan dalam penerbitan ijazah. Dengan adanya peraturan dan inisiatif ini, diharapkan proses penerbitan ijazah di Indonesia akan menjadi lebih efisien, aman, dan sesuai dengan standar terbaru yang ditetapkan oleh pemerintah.
Ijazah elektronik juga dapat dicetak sendiri oleh sekolah yang telah terakreditasi. Otonomi sekolah dalam proses penerbitan ijazah ini diharapkan mampu meningkatkan efisiensi dan akurasi distribusinya. Sementara itu, sekolah yang belum terakreditasi tidak diperbolehkan mencetak ijazah sendiri.
Mengenai penggunaan kertas untuk mencetak ijazah, Xarisman Wijaya Simanjuntak selaku Penyusun Materi Hukum dan Perundang-undangan PAUD Dikdasmen memberikan penjelasannya.
"Kalau terkait kertas, ini mungkin memang kita perlu melihat paradigmanya dulu ya Bapak-Ibu. Jadi, perubahan paradigma dari kebijakan sebelumnya yang menggunakan blanko ijazah, di mana itu pengamanannya kita sangat titik beratkan di kertasnya, Bapak-Ibu. Kita menggunakan security printing, ada pengamannya yang terbilang cukup banyak dan sangat kompleks," jelas Xarisman dalam kesempatan yang sama.
Namun, dalam kebijakan baru ini, pengamanan ijazah lebih difokuskan pada data. Oleh karena itu, kertas ijazah tidak lagi memiliki nilai yang sama dengan blanko ijazah sebelumnya.
"Namun, nanti terkait penggunaan kertasnya, Kementerian berencana akan mengeluarkan panduan atau petunjuk teknis yang dapat menolong satuan pendidikan untuk bisa melihat lebih detail lagi ketentuan-ketentuan yang perlu diperhatikan. Termasuk nanti terkait jenis ataupun spesifikasi kertasnya seperti apa," terang Xarisman.
Ia menegaskan bahwa yang perlu ditekankan dalam kebijakan baru terkait ijazah ini adalah kesesuaian dan ketepatan data. Dengan adanya transformasi digital dan penerapan ijazah elektronik, diharapkan tantangan dalam penerbitan ijazah dapat diminimalkan, sehingga proses administrasi pendidikan menjadi lebih efisien, transparan, dan terpercaya. (Tim Liputan).
Editor : Lan