BMKG Peringatkan Potensi Risiko Tsunami di Bandara NYIA, Kulonprogo, Saat Mudik Lebaran 2025
KALBARNEWS.CO.ID (YOGYAKARTA) - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) telah mengeluarkan peringatan mengenai potensi risiko tsunami di sekitar Bandara New Yogyakarta International Airport (NYIA) yang terletak di Kulonprogo, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Peringatan ini menjadi perhatian serius, terutama mengingat lonjakan jumlah pemudik yang diperkirakan terjadi pada musim mudik Lebaran 2025.
Hal ini disampaikan oleh Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, dalam rapat kerja dengan Komisi V DPR RI di Jakarta pada 11 Maret 2025. Dalam pernyataannya, ia menyoroti titik-titik risiko yang perlu diwaspadai, termasuk jalan underpass lintas selatan Bandara NYIA di Kulonprogo yang dikategorikan sebagai zona rawan tsunami.
Mitigasi Risiko Tsunami di Bandara NYIA
Sebagai upaya mitigasi terhadap potensi ancaman tsunami, BMKG mengeluarkan sejumlah rekomendasi kepada pemerintah dan pihak terkait. Salah satu rekomendasi utama adalah penerapan skema buka-tutup lalu lintas di ruas masuk ke underpass Bandara NYIA.
Dwikorita menjelaskan bahwa skema ini bertujuan untuk mengurangi kepadatan kendaraan di dalam terowongan jika sewaktu-waktu terjadi situasi darurat.
"Skema buka-tutup itu pada ruas masuk ke jalan underpass yang berupa terowongan, sekaligus menyosialisasikannya sejak dini ke masyarakat," ujarnya.
Selain itu, ia menegaskan bahwa sistem buka-tutup ini harus berjalan dengan baik tanpa hambatan teknis.
“Mohon dipastikan dari Kementerian PUPR karena gate buka-tutupnya itu jangan sampai macet, karena kalau macet tidak bisa buka atau tidak bisa nutup. Nanti mobil-mobil akan terjebak di dalam terowongan itu saat evakuasi tsunami,” tambahnya.
Peringatan BMKG ini menjadi semakin relevan mengingat jumlah pemudik yang akan melakukan perjalanan ke kampung halaman diprediksi meningkat signifikan pada Lebaran tahun ini.
Lonjakan Pemudik dan Risiko di Kulonprogo
Berdasarkan data Kementerian Perhubungan, jumlah pemudik Lebaran 2025 diperkirakan mencapai 146,48 juta orang, yang setara dengan 52 persen dari total populasi Indonesia. Pulau Jawa tetap menjadi wilayah dengan pergerakan pemudik terbesar, dengan puncak arus mudik diprediksi terjadi pada 28 Maret 2025 dan puncak arus balik pada 6 April 2025.
Dalam konteks ini, pengaturan lalu lintas yang optimal sangat penting guna memastikan keselamatan pemudik. BMKG bekerja sama dengan instansi terkait, termasuk Kementerian PUPR dan Polri, untuk memastikan bahwa sistem buka-tutup di underpass NYIA berjalan efektif dan tidak menyebabkan kemacetan yang dapat menghambat evakuasi jika terjadi tsunami.
Potensi Tsunami di Kulonprogo dan Sejarahnya
Kepala Stasiun Geofisika Sleman, Ardhianto Septiadhi, menegaskan bahwa meskipun ada potensi tsunami, masyarakat tidak perlu panik. Menurutnya, hal yang lebih penting adalah meningkatkan kesiapsiagaan dan pemahaman terhadap langkah-langkah mitigasi risiko.
"Kita tidak perlu panik. Kita tidak perlu takut. Tapi kita harus memahami mitigasi terhadap tsunami," katanya.
Ia menjelaskan bahwa DIY berada di zona subduksi sepanjang 150-200 km, tempat bertemunya Lempeng Indo-Australia dengan Lempeng Eurasia. Zona megathrust yang terbentuk di daerah ini memiliki potensi untuk memicu gempa bumi besar, yang pada gilirannya dapat menimbulkan tsunami.
Kulonprogo bagian selatan termasuk dalam zona merah tsunami karena lokasinya yang dekat dengan Samudra Hindia dan dipengaruhi oleh aktivitas seismik dari zona subduksi tersebut. Berdasarkan pemetaan yang dilakukan oleh Pusat Studi Gempa Nasional (Pusgen), skenario terburuk dari gempa bumi di wilayah ini dapat mencapai Magnitudo 8,7 dan berpotensi memicu tsunami di sepanjang pesisir selatan Jawa, termasuk Kulonprogo.
“Dari sejarahnya, tsunami pernah terjadi di wilayah ini pada tahun 1840 dan menyebabkan korban jiwa. Oleh karena itu, kita harus belajar dari sejarah dan meningkatkan kesiapsiagaan,” tambahnya.
Langkah-Langkah Mitigasi untuk Masyarakat
Masyarakat diimbau untuk memahami langkah-langkah mitigasi bencana dan tidak mudah terpancing kepanikan. Edukasi dan simulasi bencana menjadi faktor krusial dalam menghadapi ancaman tsunami.
Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat antara lain:
Memahami Jalur Evakuasi – Warga dan pengguna jalan di sekitar Bandara NYIA harus mengetahui jalur evakuasi yang tersedia.
Penyebaran Informasi Sejak Dini – Sosialisasi melalui media massa, media sosial, dan papan informasi di lokasi strategis sangat penting untuk meningkatkan kesadaran masyarakat.
Simulasi dan Latihan Evakuasi – Pemerintah daerah dan instansi terkait perlu rutin mengadakan simulasi evakuasi tsunami guna membiasakan masyarakat dengan prosedur penyelamatan diri.
Pemasangan Alat Deteksi Dini – BMKG telah mengoptimalkan sistem peringatan dini tsunami melalui teknologi canggih guna memberikan informasi yang akurat dan cepat kepada masyarakat.
Mengenali Tanda-Tanda Alam – Jika terjadi gempa besar yang membuat warga kesulitan berdiri, atau jika air laut tiba-tiba surut secara drastis, hal tersebut bisa menjadi pertanda tsunami akan terjadi. Dalam kondisi seperti ini, warga harus segera menjauhi pantai dan menuju tempat yang lebih tinggi.
Menurut Ardhianto, waktu respons terhadap tsunami sangat terbatas, yang dikenal sebagai "golden time," yaitu sekitar 10 menit setelah gempa terjadi. Oleh karena itu, masyarakat harus segera bertindak begitu ada peringatan.
"Golden time kita kurang lebih hanya 10 menit setelah gempa terjadi. Jadi, kita harus siap, bukan takut," tegasnya.
Dengan adanya peringatan dan rekomendasi dari BMKG ini, diharapkan pemerintah, instansi terkait, dan masyarakat dapat lebih siap menghadapi potensi bencana yang bisa terjadi kapan saja. Upaya mitigasi yang efektif akan sangat berperan dalam menyelamatkan nyawa dan mengurangi dampak dari potensi tsunami di wilayah Kulonprogo dan sekitarnya. (Tim Liputan).
Editor : Lan