Hasto Kristiyanto Sebut Nama Jokowi dalam Eksepsi, Klaim Terima Ancaman soal Kasus Harun Masiku
KALBARNEWS.CO.ID (JAKARTA) - Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP, Hasto Kristiyanto, mengungkapkan bahwa dirinya menerima ancaman akan dijadikan sebagai tersangka jika PDIP memecat Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi). Pernyataan itu disampaikan Hasto saat membacakan eksepsi atau nota keberatan atas dakwaan kasus dugaan suap pengurusan penggantian antarwaktu (PAW) anggota DPR untuk Harun Masiku serta perintangan penyidikan KPK di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Jumat, 21 Maret 2025.
Dalam sidang tersebut, Hasto mengklaim bahwa dirinya telah mengalami intimidasi politik sejak Agustus 2023 hingga berlangsungnya Pemilu 2024. Ia menuturkan bahwa tekanan yang diterimanya semakin meningkat seiring dengan dinamika politik nasional, terutama setelah PDIP mengambil sikap kritis terhadap pemerintahan Jokowi.
"Sejak Agustus 2023, saya telah menerima berbagai intimidasi, dan semakin kuat pada masa-masa setelah pemilu kepala daerah tahun 2024," ujar Hasto di hadapan majelis hakim.
Ia menjelaskan bahwa puncak dari tekanan tersebut terjadi setelah PDIP secara resmi memecat Jokowi dari keanggotaan partai. Menurutnya, setelah keputusan pemecatan itu diambil, kasus Harun Masiku kembali mencuat dan dikaitkan dengan dirinya serta PDIP secara lebih intens.
"Atas sikap kritis di atas, kasus Harun Masiku selalu menjadi instrumen penekan yang ditujukan kepada saya," lanjutnya.
"Kasus Harun Masiku selalu cenderung naik seiring dengan dinamika politik dan sikap kritis PDI Perjuangan yang kami sampaikan," tambah Hasto.
Dalam kesempatan itu, Hasto juga mengungkapkan bahwa tekanan tidak hanya datang dalam bentuk intimidasi verbal, tetapi juga dalam proses hukum yang sedang berjalan. Ia menuding ada upaya sistematis untuk menjadikannya tersangka sebagai bagian dari tekanan politik terhadap PDIP.
Hasto menyebut bahwa sejak tahap penyelidikan hingga pelimpahan berkas perkaranya ke pengadilan, berbagai bentuk tekanan terus dialaminya. Bahkan, ia mengklaim bahwa ada pihak yang mengaku sebagai utusan pejabat negara yang menyampaikan ancaman kepadanya.
"Pada periode 4-15 Desember 2024, menjelang pemecatan Bapak Jokowi oleh DPP PDI Perjuangan, setelah mendapat laporan dari Badan Kehormatan Partai, terjadi tekanan yang sangat kuat terhadap saya," ungkapnya.
Ia menyebut bahwa dalam periode tersebut, ada seorang utusan yang mengaku mewakili pejabat negara yang memintanya untuk mengundurkan diri dari jabatan Sekjen PDIP serta tidak boleh memproses pemecatan Jokowi. Jika ia tetap melanjutkan langkah tersebut, ia mengklaim dirinya akan dijadikan tersangka dan ditangkap oleh aparat hukum.
"Pada periode itu, ada utusan yang mengaku dari pejabat negara, yang meminta agar saya mundur, tidak boleh melakukan pemecatan, atau saya akan ditersangkakan dan ditangkap," tegas Hasto.
Hasto mengaku bahwa tekanan tersebut menjadi bukti adanya politisasi dalam kasus yang menjeratnya. Ia pun meminta majelis hakim untuk mempertimbangkan fakta-fakta yang ia sampaikan dalam eksepsinya dan membatalkan dakwaan terhadapnya.
"Saya percaya bahwa hukum harus ditegakkan dengan adil dan tidak digunakan sebagai alat politik untuk menekan pihak-pihak tertentu," pungkasnya.
Dalam eksepsinya, Hasto meminta majelis hakim untuk menolak dakwaan jaksa dan menyatakan bahwa dakwaan tersebut batal demi hukum. Ia juga memohon agar namanya dipulihkan serta dirinya dibebaskan dari tahanan dalam waktu paling lama 24 jam setelah putusan eksepsi dikabulkan. Selain itu, ia meminta agar barang-barang pribadinya yang telah disita oleh KPK segera dikembalikan.
"Memerintahkan Jaksa Penuntut Umum untuk membebaskan Terdakwa Hasto Kristiyanto dalam waktu paling lambat 24 jam sejak putusan ini, serta mengembalikan seluruh barang bukti yang disita oleh penyidik kepada pihak darimana barang tersebut disita," tutupnya.
Kasus ini masih akan terus berlanjut di Pengadilan Tipikor, dan keputusan majelis hakim atas eksepsi yang diajukan oleh Hasto akan menjadi penentu kelanjutan proses hukum terhadapnya. (Tim Liputan).
Editor : Lan