Kalimantan Barat Hadapi Krisis Pasokan Batuan, Ancaman terhadap Pembangunan Infrastruktur

Editor: Redaksi author photo

(KADIN) Kalimantan Barat dengan Wakil Gubernur Kalimantan Barat saat audiensi

KALBARNEWS.CO.ID (PONTIANAK) 
– Provinsi Kalimantan Barat tengah menghadapi potensi krisis pasokan batuan yang dapat mengganggu berbagai proyek pembangunan infrastruktur dan bangunan. Hal ini terungkap dalam audiensi antara Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Kalimantan Barat dengan Wakil Gubernur Kalimantan Barat pada Jumat 14 Maret 2025 di ruang rapat Kantor Wakil Gubernur.  (20 Maret 2025).


Krisis Perizinan dan Dampaknya

M. Rabuansyah, anggota KADIN Kalbar yang juga menjabat sebagai Ketua Asosiasi Tambang Batuan Indonesia (ATBI) wilayah Kalimantan Barat, menyatakan kekhawatirannya terkait kondisi sektor batuan yang semakin sulit. 


Salah satu isu utama yang disoroti adalah lamanya proses pengurusan perizinan peledakan dan kebijakan baru dari Direktorat Jenderal Minerba Kementerian ESDM. Kebijakan tersebut menetapkan bahwa badan usaha berbentuk CV tidak diperbolehkan menggunakan bahan peledak dan harus beralih menjadi badan usaha berbentuk PT.


Akibat kebijakan ini, delapan perusahaan pemegang izin Usaha Pertambangan (IUP) batuan di Kalimantan Barat terancam tidak dapat beroperasi. Tidak Beroperasionalnya perusahaan-perusahaan tersebut tidak hanya berisiko menyebabkan pengurangan tenaga kerja dan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), tetapi juga berpotensi memicu kegiatan illegal mining. 


Saat ini, hanya ada lima perusahaan tambang batuan di Kalimantan Barat yang masih bisa memproduksi menggunakan bahan peledak. Hal ini tentu akan memengaruhi pasokan batuan yang sangat diperlukan untuk berbagai proyek pembangunan infrastruktur di provinsi tersebut.


Dampak pada Proyek Strategis Nasional

M. Rabuansyah juga mengungkapkan bahwa pada tahun 2025, ada tiga proyek pembangunan industri smelter alumina yang masuk dalam Program Strategis Nasional (PSN), yaitu di Kabupaten Ketapang, Kabupaten Kayong Utara, dan Kabupaten Sanggau. Proyek-proyek ini membutuhkan pasokan batuan dalam jumlah besar untuk menyelesaikan pembangunan industrinya. 


"Namun, dengan banyaknya perusahaan batuan yang tidak dapat berproduksi karena permasalahan perizinan, dipastikan bahwa pasokan batuan tidak dapat mencukupi kebutuhan proyek-proyek tersebut," jelasnya.


Akibatnya, proyek-proyek smelter alumina ini harus mendatangkan batuan dari luar Kalimantan Barat. Hal ini tentu akan berdampak negatif bagi daerah, karena tidak ada pemasukan atau pembayaran pajak/retribusi daerah yang akan diterima, mengingat material batuan tersebut berasal dari luar provinsi.


M. Rabuansyah menyarankan agar Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat melalui instansi terkait dapat memberikan dukungan kepada pelaku usaha lokal untuk mempercepat proses perizinan, asalkan persyaratan sudah lengkap. 


"Pelaku usaha lokal, menurutnya, telah banyak memberikan kontribusi dalam membayar pajak serta menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat di daerah. Ia juga mengusulkan agar pemerintah daerah dapat membuat aturan atau kebijakan yang memprioritaskan penggunaan material atau batuan yang berasal dari Kalimantan Barat untuk proyek-proyek yang ada di wilayah ini," ungkapnya.


Dengan demikian, pelaku usaha tambang lokal juga bisa merasakan kesejahteraan dari adanya proyek-proyek besar, dan bukan hanya perusahaan dari luar Kalimantan Barat yang mendapatkan keuntungan.


Ancaman terhadap Pembangunan dan Ekonomi Daerah

Krisis batuan yang bakal dihadapi Kalimantan Barat, jika tidak segera ditangani, dapat mengganggu pembangunan infrastruktur yang sudah direncanakan dan berpotensi mengurangi peluang ekonomi bagi masyarakat daerah. 


Oleh karena itu, dukungan pemerintah daerah sangat diperlukan agar pelaku usaha batuan lokal bisa tetap beroperasi dan mendukung kelancaran proyek-proyek pembangunan di Kalimantan Barat serta menghindari terjadinya PHK akibat perusahaan tidak bisa melakukan kegiatan usaha.


Tindakan Lebih Lanjut

Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat diharapkan dapat segera mengambil langkah-langkah konkret untuk mengatasi krisis ini, termasuk mempercepat proses perizinan dan meninjau kembali kebijakan yang membatasi penggunaan bahan peledak oleh perusahaan berbentuk CV. 


Dengan demikian, diharapkan krisis pasokan batuan dapat diatasi dan pembangunan infrastruktur serta proyek strategis nasional di Kalimantan Barat dapat berjalan lancar. (Tim Liputan)

Editor  : Aan

Share:
Komentar

Berita Terkini