Modus Oplosan Gas LPG 3 Kg ke 12 Kg Terbongkar: Polisi Tetapkan Lima Tersangka dengan Keuntungan Fantastis
KALBARNEWS.CO.ID (BEKASI) - Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Polri mengungkap skandal pengoplosan gas LPG bersubsidi yang terjadi di tiga wilayah, yakni Bekasi dan Bogor di Jawa Barat serta Tegal di Jawa Tengah. Dalam kasus ini, polisi telah menetapkan lima tersangka yang diduga kuat terlibat dalam praktik ilegal tersebut.
Skandal ini melibatkan penyalahgunaan gas LPG 3 kg bersubsidi, yang seharusnya diperuntukkan bagi masyarakat kurang mampu, namun justru dialihkan ke tabung gas non-subsidi berukuran 12 kg untuk diperjualbelikan dengan harga yang lebih tinggi. Kejahatan ini telah berlangsung selama beberapa bulan dan menghasilkan keuntungan ilegal yang cukup besar, mencapai lebih dari Rp10 miliar.
Dirtipidter Bareskrim Polri, Brigjen Nunung Syaifuddin, dalam konferensi pers yang digelar di Jakarta pada Kamis, 13 Maret 2025, mengungkap bahwa keuntungan yang diperoleh dari praktik ilegal ini mencapai Rp10.184.000.000.
"Ini bukan kerugian negara yang kita ekspos, tetapi total keuntungan yang berhasil diraup oleh para pelaku," ujar Nunung.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa untuk menghitung kerugian negara, pihak kepolisian akan berkoordinasi dengan lembaga terkait.
"Kerugian negara kita akan minta bantuan dari lembaga lain untuk menghitungnya, karena ini sudah jelas ada potensi kerugian besar bagi negara," imbuhnya.
Menurut hasil penyelidikan, praktik pengoplosan gas di wilayah Bekasi dan Bogor telah berlangsung selama tujuh bulan, sedangkan di Tegal telah beroperasi lebih lama, yakni satu tahun penuh.
"Keuntungan dari TKP Bogor dan Bekasi sekitar Rp714.285.000 per bulan, sehingga dalam tujuh bulan mereka sudah meraup keuntungan lebih kurang Rp5 miliar," jelas Nunung.
"Sementara di Tegal, karena telah beroperasi selama satu tahun, keuntungan per bulan mencapai Rp432 juta. Jika dikalkulasikan selama satu tahun, totalnya sekitar Rp5.184.000.000," tandasnya.
Para pelaku menggunakan modus dengan membeli gas bersubsidi 3 kg dalam jumlah besar, lalu memindahkan isinya ke tabung non-subsidi berkapasitas 12 kg dengan teknik tertentu. Setelah itu, gas hasil oplosan dijual kembali dengan harga yang lebih mahal, seolah-olah merupakan produk resmi.
Praktik ilegal ini tidak hanya menyebabkan kerugian bagi negara, tetapi juga berpotensi membahayakan masyarakat. Proses pemindahan gas secara manual tanpa standar keamanan yang benar dapat menyebabkan kebocoran gas, yang berisiko memicu ledakan dan kebakaran.
Selain itu, tindakan ini merugikan masyarakat miskin yang seharusnya mendapatkan manfaat dari subsidi gas 3 kg. Dengan adanya pengoplosan, ketersediaan gas subsidi di pasaran menjadi lebih langka, sehingga harga melonjak dan semakin menyulitkan masyarakat kecil.
Bareskrim Polri menegaskan bahwa para tersangka akan dijerat dengan pasal-pasal terkait tindak pidana migas dan perlindungan konsumen.
"Kami akan menindak tegas para pelaku sesuai dengan peraturan yang berlaku. Kami juga akan terus mendalami jaringan mereka untuk memastikan bahwa tidak ada pihak lain yang terlibat dalam praktik serupa," ujar Nunung.
Kasus ini menjadi pengingat bahwa penyalahgunaan subsidi energi adalah kejahatan serius yang berdampak luas. Dengan terbongkarnya jaringan pengoplosan ini, diharapkan ada efek jera bagi pelaku lain yang berniat melakukan tindakan serupa.
Saat ini, penyelidikan masih terus berlangsung untuk menelusuri kemungkinan adanya pihak lain yang terlibat, serta menghitung secara pasti kerugian negara yang ditimbulkan akibat praktik ilegal ini. (Tim Liputan).
Editor : Lan