Puan Maharani Respons Rapat Tertutup Panja DPR Bahas RUU TNI, Publik Pertanyakan Transparansi

Editor: Redaksi author photo

Puan Maharani Respons Rapat Tertutup Panja DPR Bahas RUU TNI, Publik Pertanyakan Transparansi

KALBARNEWS.CO.ID (JAKARTA) - 
Ketua DPR RI, Puan Maharani, menanggapi kontroversi yang muncul akibat rapat tertutup yang dilakukan oleh Panitia Kerja (Panja) Komisi I DPR RI dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI).


Rapat tertutup tersebut menjadi sorotan publik setelah diketahui berlangsung secara diam-diam di Hotel Fairmont, Senayan, Jakarta, selama dua hari, yakni pada 14 dan 15 Maret 2025. Keputusan menggelar pembahasan di hotel bintang lima menuai kritik, terutama di tengah kebijakan efisiensi anggaran yang sedang diterapkan oleh pemerintah.


Publik menilai bahwa pembahasan RUU TNI seharusnya dilakukan secara lebih transparan karena menyangkut perubahan aturan penting yang berdampak langsung pada institusi pertahanan negara dan masyarakat luas.


Menanggapi hal ini, Puan Maharani menjelaskan bahwa dalam proses pembahasan RUU TNI, media selalu diizinkan meliput dan mendapatkan informasi dari Panja Komisi I.


"Dalam pembahasan selalu ada media, dan setelah keluar dari ruangan, Panja selalu memberikan penjelasan apa saja yang sudah dibahas," kata Puan dalam konferensi pers di Gedung DPR pada Kamis, 20 Maret 2025.


Ia menegaskan bahwa pada saat rapat tertutup tersebut, belum ada keputusan final yang bisa diumumkan kepada publik.


"Karena memang belum selesai pembahasannya dalam pembahasan-pembahasan tersebut, tentu saja itu belum bisa jadi keputusan," ujarnya.


Namun, setelah RUU TNI resmi disahkan oleh DPR RI pada 20 Maret 2025, Puan menegaskan bahwa keputusan yang telah dibuat merupakan hasil kesepakatan bersama antara DPR RI dan pemerintah.


"Hari ini karena sudah diputuskan antara DPR RI dan pemerintah, ini menjadi satu keputusan yang sudah disepakati," ucapnya.


Revisi Undang-Undang TNI yang disahkan DPR RI merupakan perubahan dari Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2024 tentang TNI. Beberapa poin utama dalam revisi tersebut meliputi:


  1. Kedudukan TNI dalam pemerintahan, termasuk peran dan batasan intervensinya dalam urusan sipil.
  2. Penambahan jabatan sipil yang bisa diisi oleh anggota TNI aktif, yang sebelumnya menjadi isu sensitif karena menyangkut supremasi sipil dalam pemerintahan.
  3. Penambahan operasi militer selain perang (OMSP), yang memperluas peran TNI dalam menghadapi ancaman keamanan di luar tugas tempur.
  4. Perpanjangan batas usia pensiun bagi prajurit TNI, yang diharapkan dapat meningkatkan efektivitas personel militer di berbagai sektor.


Dengan telah disahkannya revisi UU TNI, Puan Maharani berharap regulasi baru ini dapat memberikan manfaat bagi pembangunan bangsa dan negara, serta tidak menimbulkan kekhawatiran yang berlebihan di masyarakat.


"Kami juga berharap RUU TNI yang tadi disahkan nantinya ke depan akan bisa bermanfaat bagi pembangunan bangsa dan negara," ujar Puan.


Menanggapi berbagai kritik yang muncul terkait isi dari revisi UU TNI, Puan menegaskan bahwa kekhawatiran tersebut tidak berdasar karena semua pembahasan telah dilakukan dengan cermat.


"Apa yang dikhawatirkan, apa yang dicurigai bahwa ada berita-berita yang mengatakan RUU TNI tidak sesuai dengan yang diharapkan, Insya Allah tidak," tambahnya.


Meski telah disahkan, polemik mengenai transparansi dalam pembahasan RUU TNI masih terus bergulir. Salah satu sorotan utama adalah pemilihan lokasi rapat di Hotel Fairmont, sebuah hotel bintang lima yang dikenal memiliki tarif tinggi untuk layanan dan ruang pertemuan.


Publik mempertanyakan mengapa pembahasan RUU yang menyangkut kepentingan negara tidak dilakukan di gedung DPR RI atau instansi pemerintah lainnya yang lebih hemat anggaran. Kritikus menilai langkah ini bertentangan dengan upaya efisiensi yang sedang digalakkan pemerintah.


Menanggapi hal ini, beberapa anggota DPR berdalih bahwa penggunaan hotel sebagai lokasi rapat bertujuan untuk memastikan kenyamanan dan efektivitas dalam pembahasan aturan yang kompleks.


Namun, argumen tersebut tidak sepenuhnya diterima oleh masyarakat. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan kelompok pemerhati kebijakan publik terus mendesak adanya transparansi penuh dalam proses legislasi yang menyangkut kepentingan rakyat.


Sejumlah aktivis dan akademisi menilai bahwa praktik rapat tertutup seperti ini dapat mengurangi kepercayaan publik terhadap DPR RI dan pemerintah. Mereka menuntut agar ke depan, pembahasan RUU strategis dilakukan secara lebih terbuka, sehingga masyarakat dapat mengetahui secara langsung setiap keputusan yang diambil oleh wakil rakyat.


“Pembahasan UU yang menyangkut kepentingan publik seharusnya dilakukan secara terbuka. Jika ada pembahasan yang tidak bisa diumumkan, minimal harus ada laporan resmi yang dapat diakses publik,” kata seorang pengamat politik dari Universitas Indonesia.


Meski DPR RI telah memberikan klarifikasi, desakan agar ada transparansi lebih dalam proses legislasi ke depan terus menguat. Publik menantikan bagaimana implementasi UU TNI yang baru ini serta sejauh mana perubahan tersebut benar-benar membawa dampak positif bagi masyarakat dan institusi militer di Indonesia. (Tim Liputanh).

Editor : Lan

Share:
Komentar

Berita Terkini