Kasus Dugaan Pemerkosaan PPDS Unpad: Laporan Dicabut, Tapi Keluarga Korban Tetap Tagih Keadilan
KALBARNEWS.CO.ID (BANDUNG) - Keluarga dari Priguna Anugerah Pratama (31), dokter peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Universitas Padjadjaran yang menjadi terduga pelaku dalam kasus dugaan pemerkosaan terhadap FH (21), diketahui telah menyampaikan permintaan maaf secara langsung kepada pihak keluarga korban.
Pertemuan tersebut berlangsung beberapa hari setelah kejadian, dan oleh beberapa pihak diharapkan dapat menjadi titik awal penyelesaian secara kekeluargaan. Namun, meski sudah ada pertemuan dan permintaan maaf, jalannya proses hukum tetap menjadi sorotan utama, terutama dari pihak korban yang menegaskan bahwa keadilan tetap harus ditegakkan hingga tuntas.
Penasihat hukum Priguna, Ferdy Rizky Adilya, dalam keterangannya kepada media pada Kamis, 10 April 2025, menyampaikan bahwa kliennya telah mengungkapkan penyesalan atas tindakan yang dilakukannya. Ferdy juga menjelaskan bahwa sebelum pemberitaan mengenai kasus ini ramai di media, Priguna telah terlebih dahulu mengutus perwakilan dari keluarganya untuk menemui keluarga korban dan menyampaikan permintaan maaf secara langsung.
“Sebelum pemberitaan di media saat ini berkembang, klien kami melalui perwakilan keluarga telah bertemu dan menyampaikan permintaan maaf kepada korban dan keluarganya,” ungkap Ferdy.
Ia menambahkan bahwa dari pihaknya melihat pertemuan tersebut sebagai bagian dari upaya menyelesaikan masalah secara kekeluargaan. “Akhirnya, permasalahan ini dapat diselesaikan dengan baik secara kekeluargaan," katanya.
Ferdy juga menyampaikan bahwa pihak keluarga korban telah mencabut laporan polisi pada 23 Maret 2025. Namun demikian, ia menyadari bahwa pencabutan laporan tersebut tidak otomatis menghentikan proses hukum yang sedang berjalan.
"Klien kami bersedia bertanggung jawab di depan hukum dan akan menerima segala konsekuensi atas perbuatannya, termasuk konsekuensi terburuk dalam hubungan rumah tangganya," jelasnya lebih lanjut.
Namun, dari sisi keluarga korban, pernyataan maaf tersebut bukan berarti kasus telah selesai. A, kakak ipar korban FH, justru menegaskan bahwa meski mereka telah memaafkan secara pribadi sebagai sesama manusia, hal itu tidak mengubah kenyataan pahit yang harus dialami korban dan tidak menjadi alasan untuk menghentikan jalannya proses hukum.
"Kami mengutuk perbuatan itu, tapi sesama manusia tetap memaafkan, walaupun itu tidak mengembalikan kondisi adik saya seperti semula. Sampai saat ini korban masih kami dampingi dan awasi dengan ketat, khususnya dalam hal kondisi psikisnya yang sangat terdampak," ujar A melalui sambungan telepon kepada wartawan.
Lebih lanjut, A mengungkapkan bahwa inisiatif untuk menghubungi keluarga pelaku justru datang dari pihak mereka lebih dulu. Hal ini menunjukkan bahwa keluarga korban benar-benar berusaha mencari kejelasan dan pertanggungjawaban atas kasus yang dialami FH.
"Itu pun setelah kami mencari-cari cara untuk bisa berhubungan dengan mereka. Baru setelah itu ada pertemuan dan permintaan maaf," tambahnya.
Meskipun telah memberi maaf secara pribadi, A menegaskan bahwa keluarga tetap menginginkan agar kasus ini tidak berhenti hanya di situ. Mereka menyerahkan sepenuhnya kepada aparat penegak hukum, termasuk Polda Jawa Barat dan instansi terkait seperti rumah sakit tempat Priguna bertugas, untuk menindaklanjuti kasus ini hingga tuntas.
"Kami serahkan ke pihak terkait, ke Polda Jabar, ke pihak rumah sakit juga. Kami ingin kasus ini diusut sampai tuntas, mudah-mudahan semua bisa terungkap senetral, sebersih mungkin, supaya tidak ada korban lain yang mengalami kejadian seperti ini,” kata A.
Akhirnya, keluarga korban menaruh harapan besar kepada aparat penegak hukum untuk bekerja secara profesional dan adil dalam menangani kasus ini. Mereka ingin agar keadilan benar-benar ditegakkan, tidak hanya untuk korban mereka, tetapi juga sebagai bentuk perlindungan bagi perempuan dan korban kekerasan seksual lainnya.
“Semoga Polda bisa menegakkan hukum seadil-adilnya. Kami ingin agar ini menjadi pelajaran bagi semua pihak, bahwa kasus kekerasan seksual harus ditangani secara serius dan tidak boleh dianggap enteng," pungkasnya.
Keluarga korban juga berharap agar kasus ini bisa menjadi perhatian publik dan institusi pendidikan serta layanan kesehatan agar ke depan ada perlindungan yang lebih kuat bagi semua pihak, khususnya perempuan, dalam lingkungan akademik maupun profesional. (Tim Liputan).
Editor : Lan