Prof. Syarif di Media Online: Tuduhan Korupsi Rp2,5 Miliar Tak Berdasar dan Hoaks Lama

Editor: Redaksi author photo

Rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Pontianak, Prof. Dr. H. Syarif, MA

KALBARNEWS.CO.ID (PONTIANAK)
- Rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Pontianak, Prof. Dr. H. Syarif, MA, secara terbuka membantah tuduhan dugaan korupsi sebesar Rp2,5 miliar yang kembali mencuat melalui pemberitaan di sejumlah media online. (27 April 2025).


Dalam pernyataan resminya, Prof. Syarif menegaskan bahwa tudingan tersebut adalah fitnah yang tidak berdasar dan  kali dimunculkan kembali sejak 25 April 2025 oleh media RedaksiSatu, dengan narasumber dari kelompok yang menamakan diri Kaukus Muda Anti Korupsi (KAMAKSI), yaitu Joko Priyoksi.


“Berita itu bukan hanya hoaks, tapi juga daur ulang dari informasi basi yang pernah beredar pada September 2024 lalu. Bahkan lebih jauh, materi yang digunakan demonstran pada September 2024 adalah copy paste dari pemberitaan Warta Pontianak pada 23 Agustus 2023, yang saat itu Nagian Imawan sebagai narasumber,” ujar Prof. Syarif.


Ia menambahkan, pada saat pemberitaan lama itu muncul, klarifikasi dan bantahan juga telah disampaikan secara luas melalui berbagai media, termasuk di antaranya media Pemred pada 12 September 2024. Di dalamnya dijelaskan bahwa tidak ada satu pun perkara yang sedang dilidik atau diproses oleh Kejari Pontianak terhadap dirinya maupun pihak kampus.


“Saya sangat yakin bahwa narasumber KAMAKSI tidak pernah melakukan konfirmasi ke Kejari Pontianak, juga tidak pernah menghubungi saya untuk meminta klarifikasi. Ini adalah fitnah yang diproduksi berulang kali, dan jika dibiarkan akan memunculkan persepsi publik seolah-olah benar,” jelasnya.


“Saya tidak bisa diam. Ini bukan hanya soal pribadi saya, tapi juga soal prinsip kebenaran dan nama baik Kampus. Jika diam terus, publik bisa saja terpengaruh oleh informasi yang sengaja disebar secara sistematis ini,” katanya. Rektor IAIN Pontianak juga menyatakan sedang berkonsultasi dengan Penasehat Hukum Kampus  untuk mempertimbangkan langkah hukum terhadap terhadap narasumber KAMAKSI ini yang penyebaran informasi yang dinilai bermuatan pencemaran nama baik dan fitnah, sebagaimana diatur dalam pasal 27 ayat (3) UU ITE dan pasal 310 KUHP.



Pihak kampus berharap agar media massa dan publik luas lebih cermat dalam menerima dan menyebarkan informasi, serta tetap mengedepankan asas verifikasi demi menjaga integritas pemberitaan dan ketenangan publik.


Saya membaca sebuah berita sejak 25 April lalu yang dimuat oleh RedaksiSatu, dimotori oleh kelompok yang menamakan diri KAMAKSI dengan Joko Priyoksi sebagai narasumbernya. Isi dari berita tersebut merupakan berita daur ulang yang pernah muncul sekitar September 2024, yang mengangkat isu unjuk rasa oleh sekelompok mahasiswa. 


Padahal, materi atau substansi unjuk rasa itu sendiri sejatinya merupakan hasil daur ulang dari pemberitaan media Warta Pontianak pada 23 Agustus 2023, yang kala itu mencantumkan Nagian Imawan sebagai narasumber.


Sebenarnya secara esensial saya merasa tidak perlu menanggapi ulang, sebab tanggapan saya telah tersampaikan secara luas melalui sejumlah media pada September 2024, seperti misalnya melalui media Pemred pada edisi 12 September 2024, serta media-media lainnya. 


Seluruh media tersebut secara jelas telah memuat informasi bahwa isi pemberitaan tersebut adalah tidak benar. Faktanya, memang saat ini  tidak ada menjadi materi berita tersebut yang sedang dilidik oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Pontianak sebagaimana yang coba digambarkan dalam narasi berita itu.


Saya sangat meyakini bahwa narasumber dari KAMAKSI tidak pernah melakukan konfirmasi terlebih dahulu kepada pihak Kejari Pontianak, dan juga tidak menghubungi saya secara langsung. 


Terlepas dari apapun motif dan siapa pihak yang berada di balik serbuan berita daur ulang ini, saya merasa perlu menyampaikan pandangan secara terbuka kepada narasumber dan rekan-rekan media bahwa media online sejatinya dapat menjadi instrumen penting dalam memperkuat keterdidikan publik serta menjaga objektivitas dalam ruang informasi.


Oleh karena itu, sudah sepatutnya setiap pemberitaan yang dipublikasikan oleh media disandarkan kepada fakta yang benar dan metodologi jurnalistik yang bertanggung jawab. Sangat disayangkan bahwa KAMAKSI yang ternyata saya dapat info tidak berdomisili di Kalimantan Barat. 


Jika ini benar, maka maklum saja  menyuguhkan data-data yang tidak valid dan menjadikan berita usang sebagai bahan daur ulang. Ini mencerminkan lemahnya validasi sumber serta kurangnya akurasi dalam menyusun informasi.


Lebih memprihatinkan lagi, ada media yang bahkan memuat pernyataan dari seseorang yang disebut sebagai Guru Besar, namun justru menyampaikan pendapat yang serampangan. 


Hal ini mengindikasikan bahwa yang bersangkutan tidak memiliki pemahaman mendalam terhadap esensi dan fakta dari persoalan yang diangkat, dan cenderung asal-asalan dalam memberikan komentar. Ini menjadi preseden yang buruk, baik dari sisi etika akademik maupun tanggung jawab dalam wacana publik.


Dengan demikian, saya berharap ke depan semua pihak, baik organisasi penggerak isu, narasumber, maupun media, dapat lebih bijak dan bertanggung jawab dalam menyampaikan informasi. Jangan sampai ruang publik justru dikotori oleh informasi yang tidak faktual, penuh distorsi, dan manipulatif demi kepentingan tertentu yang tidak sejalan dengan prinsip-prinsip kebenaran dan akuntabilitas.(BP)

Editor : Aan


Share:
Komentar

Berita Terkini